Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *


Jumat, 21 Juni 2019

Madzab

Dhawuh-dhawuh Abah Habib Lutfi bin Yahya -Nafa'anaAllah bihi wa bi'ulumihi fid din wad dunia wal akhirah- (6 Ramadlan 1437 H., pas sungkem sowan);

* Perumpamaan (matsal) perbedaan ulama yang memberikan rahmat itu bukan seperti kata orang; berbeda-beda jalan dengan tujuan yang sama. Ini bukan rahmat, tapi 'mufaraqah'.
Perbedaan ulama yang berbuah rahmat itu harus 'fi maq'adihi' (satu titik dan jalur yang sama).
Ibarat kereta api dengan segala macam jenisnya berpijak pada jalur rel yang sama. Bagi penumpang yang ingin cepat, bisa naik kereta eksekutif macam gajayana, argo bromo, senja utama, dll. Bagi yang menghendaki perjalanan nyantai dan lebih ekonomis sambil ngopi² atau roko'an bisa mengikuti kereta brantas, matarmaja atau yang sejenis. Itulah ikhtilaf ulama yang memberikan rahmat. Berada pada satu 'ashlun' (dasar pijakan) yang sama.

* Sengaja saya sampaikan wawasan-wawasan yang 'nyleneh' kepada teman-teman santri yang ngaji di sini. Biar mereka tergugah dan berkembang lebih maju lagi. Sebab santri itu kalau tidak dicambuk, disentil begini jalannya terlalu lambat.

* Saya itu kalau pas muthola'ah kitab, berjejer beberapa jenis kitab fiqh dengan beraneka pendapat dan argumentasinya, kadang mesem-mesem (takjub) sendiri. Ingat dhawuhnya Allah:
وما أوتيتم من العلم الا قليلا
Masya Allah, sudah sebegini hebatnya ilmu ulama, sungguh belum seberapa jika dibandingkan dengan ilmu Allah yang luas tak terbatas.

* Kelak saat mendekati kiamat, semua madzhab madzhab fiqh akan binasa. Semuanya berpusat pada madzhab fiqhnya Imam Mahdi. Pada awal kemunculan madzhab Imam Mahdi banyak penolakan dari umat (kecuali kaum shufiyyah yang langsung menerima tanpa basa basi). Banyak orang bilang;  'Kok beda dengan qaulnya ulama ini, itu, dll'. Namun seiring berjalannya waktu, mereka semua taslim (menerima).

* Salah besar bila ada anggapan bahwa para shufi tidak boleh kaya atau berkecimpung dengan urusan dunia. Mereka kaya itu untuk menuju jalanNya. Ibarat orang yang memetik bunga mawar nan harum, mau tidak mau harus bersinggungan dengan durinya. Para shufi mampu memetik mawar, namun tidak sampai terjebak di dalam bahaya durinya. Sekarang banyak yang bilang, tidak usah ngurusi dunia, itu salah besar. Sebab mereka sudah pesimis dengan resiko yang ditimbulkannya dulu. Kalau mau harum, ya harus bisa melewati rintangan.

* Rabithah (menghadirkan kebesaran guru) itu seperti orang yang pakai kaca mata. Yang dilihat bukan kaca matanya. Fokus pandangan tetap pada objek yang dituju. Rabithah merupakan wasilah atau alat agar dapat melihat dan menghasilkan maksud tujuan. Sekiranya kaca mata dilepas, tidak dapat melihat objek pandangannya.

* Orang yang tidak percaya tawashul, coba suruh shalat dengan caranya sendiri. Jangan melalui perantara kitab kitabnya para ulama. Coba uraikan hadits :
صلوا كما رايتموني اصلي
kalau mampu!!...

* Kalimat muadzin saat adzan subuh,
الصلاة خير من النوم....
Lebih baik lafazh "an-naum" dibaca pendek. Tidak dipanjangkan "an-nauuuuuuuuuuuuumm". Sebab ini merupakan kalimat tahdzir (peringatan), jadi harus tegas. Jika dipanjangkan, justru akan membuat orang semakin nyenyak tidur.

* Kitab Ihya'nya Imam al-Ghazali itu antar juznya terdapat korelasi yang berkesinambungan. Juz 1 berkaitan dengan juz 3. Yang juz 2 berhubungan erat dengan juz 4.

* Untuk mengaji tasawuf di kalangan orang awam, cukup dibacakan Nashaih Diniyyah (Habib Abdullah al-Haddad) atau Nashaih al-'Ibad (Syaikh Nawawi Banten).
Wallahu A'lam Bisshowab. Semoga bermanfaat

Muhammad Fuad Jazuli

0 komentar:

Posting Komentar