Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *


  • Kesemestaan

    “Allah masih mencintai anda jika masih banyak cobaan dan tantangan hidup yang datang menghampiri anda. Allah percaya bahwa anda mampu melaluinya, maka jagalah kepercayaan itu”

  • Soul, Heart, Mind

    “Realitas kehidupan Anda adalah deskripsi dari jiwa dan pikiran anda”

  • Traveler

    “Pergilah sejauh mungkin dan ketika anda tiba di sana anda akan melihat lebih jauh lagi”

Kamis, 24 Juli 2014

Detik-detik Akhir Ramadhan

J sia-siakan ia berlalu begitu saja
Mari kita gerakkan ibadah di sisa akhir ramadhan ini dengan menjalankan berbagai kesunahan. Mudah-mudahan menambah ketakwaan kita kepadaNYA. 


Sumber: https://www.facebook.com/PISS.KTB?fref=nf

Minggu, 20 Juli 2014

MODEL DAKWAH SUNAN KALI JAGA YANG MERAKYAT

‘’MODEL DAKWAH SUNAN KALI JAGA’’

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.


Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu ‘’beramal dengan barang haram yang disamakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing’’. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Sehingga dikabulkannya permintaan menjadi murid sunan bonang.  Singkat cerita akhirnya ia dinobatkan menjadi salah satu wali dari 9 wali.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Sekarang ini tinggal kita kaum muslimin, sebagai pengemban dakwah. Mengajak / mengingatkan kepada orang – orang yang mau diajak kepada kebenaran (melaksanakan ketentuan ALLAH SWT dan menjauhi segala larangannya) wajib bagi semua kaum muslimin. Metode dakwah bermacam – macam, yang dapat kita terapkan  salah satunya yang dilakukan oleh sunan kali jaga.

Semoga bermanfaat.


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga

Makalahku Sosiologi Politik

Pengaruh Partai Politik Pada Dewan Perwakilan Rakyat dalam Menentukan Hakim Konstitusi di Indonesia





MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sosiologi Politik
Yang dibina oleh Bapak Petir Pudjantoro





Oleh
Chamim Asma’ul Chusna
120711400062






                                                                 














UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Desember  2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….……. i

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG …..…………………………………………....……… 1
I.2 RUMUSAN MASALAH ..……………………………………….……... ….. 2
I.3 TUJUAN …………………………………………….……………………..... 2

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 HAKIM …………………….……………………………………………...…3
II.2 HUBUNGAN PARTAI POLITIK DAN HAKIM ………………..…….…… 6
II.3 ANTISIPASI MASUKNYA PENGARUH PARPOL KEDALAM HAKIM ... 9

BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN ………………………………………………..……..…… 14
III.2 SARAN ………………………………………………………………..….. 14

DAFTAR RUJUKAN ………………………………………………………….. 15


BAB I


PENDAHULUAN


I.1 LATAR BELAKANG

Esensi keberadaan mahkamah konstitusi yang berfungsi peradilan adalah untuk menerapkan prinsip keabsahan substansial sebagai alat penyelesaian permasalahan hukum ketatanegaraan guna mendorong perwujudan konstitusionalisme Negara Hukum Republik Indonesia. Melalui salah satu cara, yaitu adanya kualitas putusan Mahkamah Konstitusi yang berwibawa. Kualitas putusan Mahkamah Konstitusi relatif bergantung pada kapasitas dan kapabilitas hakim konstitusi dalam menerapkan prinsip keabsahan substansial dan prosedural pada setiap pemeriksaan, pengujian, dan penilaian di persidangan Mahkamah Konstitusi.Kualitas itu sendiri bersumber dari hakim konstitusi. Dengan demikian, adalah kualitas hakim konstitusi berawal dari adanya proses pengisian jabatan hakim konstitusi yang meliputi hal mengenai persyaratan, pemilihan, dan pengangkatan hakim konstitusi.
Hakim yang terdapat dalam Mahkamah Konstitusi menurut UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang, tiga berasal dari utusan MA, dan tiga lagi atas usulan Presiden serta terdapat tiga hakim lagi yang berlatar belakang dari partai politikatau atas usulan DPR. Memang hakim yang berasal dari partai politik rentan sekali dimasuki kepentingan-kepentingan politik.Tidak mudah bagi hakim konstitusi untuk memainkan keadilan dimuka peradilan, jika yang bertikai itu berasal dari partai politiknya sendiri.Jika hakim konstitusi merupakan aktivis atau pengurus partai politik, maka akan lebih mengedepankan kepentingan partai ketimbang kepentingan negara.
            Dari paparan diatas perlu dikaji mengenai kriteria apa saja yang harus diperlukan untuk menjadi hakim konstitusi, hubungan hakim konstitusi dengan partai politik, serta solusi apa saja yang diperlukan dalam upaya meminimalkan penyelewengan terhadap perilaku hakim konstitusi.


I.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Kriteria apa saja yang harus melekat kuat pada hakim konstitusi?
2.      Apa saja masalah yang pernah terjadi mengenai perilaku hakim kostitusi yang berasal dari partai politik?
3.      Apa saja solusi yang perlu diberikan guna meminimalkan perilaku hakim konstitusi yang menyeleweng?


I.3 TUJUAN

1.      Mendiskripsikan kriteria yang harus ada pada seorang hakim konstitusi.
2.      Mendiskripsikan permasalahan yang sering terjadi pada hakim konstitusidari partai politik.
3.      Mendiskripsikan solusi apa saja yang diperlukan dalam meminimalkan penyelewengan atas perilaku hakim konstitusi.



BAB II
PEMBAHASAN




II.1 HAKIM


Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili[1].Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara….[2].menurut A. Ridwan Halim dalam Dulay (2006: 12-13) menyatakan:
Pengadilan sebagai penyelenggara atau pelaksana fungsi peradilan memiliki misi utama dalam mengupayakan serta menjamin agar peradilan dapat mencapai serta mencerminkan:
1.      Keadilan, merupakan keserasian dari: (i) kepastian hukum dan kesebandingan hukum, (ii) proteksi, (iii) penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban.
2.      Kewibawaan, merupakan keserasian antara ketaatan hukum dan keluwesan hukum.
3.      Perkembangan hukum, keserasian antara modernisasi dan pemugaran hukum.
4.      Efisiensi dan efektivitas hukum, merupakan keserasian antara modernisasi hukum dan diferensiasi hukum.
5.      Kesejahteraan masyarakat merupakan keserasian antara kebendaan dankeakhlakan.
Hakim sebagai fungsionaris pengadilan dalam menyelesaikan atau mengakhri suatu perkara dengan setepat-tepatnya maka terlebih dahulu harus mengetahui secaraobjektiftentang duduk perkara yang sebenarnya yaitu sebagai dasar dalam memberikan putusan.


a.      Kode Etik Hakim
Berdasarkan   wewenang   dan   tugasnya   sebagai   pelaku   utama   fungsi pengadilan,   maka sikap hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari, dan  tirta itu  merupakan  cerminan  perilaku  hakim  yang  harus  senantiasa diimplementasikan dan direalisasikan oleh semua hakim dalam sikap dan perilaku hakim yang  berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil, bijaksana dan berwibawa, berbudi luhur, dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim ini bermakna pengamalan tingkah laku sesuai agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa ini akan mampu mendorong hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai ajaran dan tuntunan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. Kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan   proses   pengambilan   keputusan   yang   bukan   saja   berlandaskan peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat.  Sebagaimana  halnya  kehormatan,  keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang mulia  yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh hakim melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga dan ditegakkan.Kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan etika perilaku.Etika adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang dianut satu golongan atau masyarakat. Perilakudapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah- kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku  di  dalam  masyarakat.  Implementasi  terhadap  kode  etik dan  pedoman perilaku   hakim   dapat   menimbulkan   kepercayaan,   atau   ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Oleh sebab itu, hakim dituntut untuk selalu berperilaku yang berbudi pekerti luhur. Hakim yang berbudi pekerti luhur dapat menunjukkan bahwa profesi hakim adalah suatu kemuliaan (officium nobile).
Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral bagi hakim, baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan  kemasyarakatan  di luar kedinasan. Hakim sebagai insan  yang memiliki  kewajiban  moral  untuk  berinteraksi  dengan  komunitas  sosialnya,  juga terikat dengan norma – norma etika dan adaptasi kebiasaan yang berlaku dalam tata   pergaulan   masyarakat.   Namun   demikian,   untuk   menjamin   terciptanya pengadilan yang mandiri dan tidak memihak, diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi Hakim baik selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat. Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat dan Negara  memberi  jaminan  keamanan  bagi  Hakim  dan  Pengadilan,  termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran. Walaupun demikian, meskipun kondisi-kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada pencari keadilan dan masyarakat.
            Mengenai hakim konstitusi, ia juga harus memenuhi segala macam peratuan-peraturan atau kode etik hakim yang ada diatas, sehingga jabatan sebagai hakim ia tidak hanya dijadikan penentu keadilan belaka, namun lebih dari itu. Membekas dalam hati, perkataan maupun dalam perbuatan.

b.      Hakim konstitusi
Dalam PERPPU No. 1 Tahun 2013 Pasal 15 yang sebelumnya tertuang dalam hal itu tidak jauh berbeda esensinya yang sebelumnya UU No. 24 tahun 2003 yang isinya[3]. Adapun isi dari PERPPU No. 1 Tahun 2013: 


(1) Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil; dan
c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. berijazah doktor dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;
e. mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun; dan
i. tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.

(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon hakim konstitusi juga harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan menyerahkan:
a. surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;
b. daftar riwayat hidup;
c. menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan ijazah asli;
d. laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai dengan dokumen       pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari lembaga yang berwenang; dan
e. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan
f. surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik.


II.2 PARTAI POLITIK DAN HAKIM KONSTITUSI
Baru-baru ini perilaku hakim yang tersangka korupsi menghenyakkan banyak pihak, alih-alih ketua Mahkamah Konstitusi sendiri.Mahkamah Konstitusi sebagai benteng konstitusi tertinggi di Indonesia maka tidaklah salah pernyataan yang dilontarkan oleh Ahok ‘’lengkaplah penderitaan rakyat….tiada lembaga negara yang terbebas dari korupsi’’[4].Rakyat dijadikan korban kesewenang-wenangan penguasa.Terlebih lagi perlaku itu dilakukan ketuanya sendiri.Hal itulah menjadikan banyak masyarakat yang luntur kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi.
Menurut DPR dan instansi terkait yang menentukan hakim konstitusi bisa belajar dari Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand. Setiap calon hakim konstitusi yang berlatarbelakang aktivitas parpol harus non-aktif dari partainya minimum tiga sampai lima tahun sebelum mencalonkan sebagai hakim konstitusi. Tujuannya, agar politisi Thailand yang menjadi hakim konstitusi bisa independen, tidak terkait dengan partainya.
Sementara kasus Akil Mochtar yang ditangkap KPK, Rabu (2/10/13) menjadikan MK terbebani meskipun sejauh ini hanya satu orang hakim konstitusi saja yang terlibat korupsi.Menurut kompas ‘’Penelitian Lingkaran Survei Indonesia menunjukkan kepercayaan masyarakat kepada MK kini berada di titik nadir yaitu di bawah 30 persen’’[5].yang selama ini dipercaya sebagai lembaga yang bersih ternyata juga tidak luput dari korupsi. Namun  MK tidak sepenuhnya hancur citranya, karena hakim lain masih dipercaya memiliki integritas, MK harus bersusah payah dan kerja keras untuk memperbaiki citra dan memulihkan kepercayaan masyarakat.
Menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar[6]; ‘’Partai politik dalam mempengaruhi perilaku hakim sangat kental, hal ini dijumpai pada kasus tersebut.Akil Mochtar yang berasal dari politisi partai Golkar, Sebelum menjadi hakim konstitusi, Akil tercatat sebagai politisi asal Partai Golkar.Saat ini, di jajaran hakim konstitusi, ada dua hakim yang berlatarbelakang politisi.Mereka adalah Patrialias Akbar yang berasal dari Partai Amanat Nasional dan Hamdan Zoelva dari Partai Bulan Bintang. Keraguan atas independensi hakim berlatarbelakang politisi sempat mencuat, meski mereka menjamin akan independen dan telah melepas baju partainya’’.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua MK Akil Mocktar, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, dan seorang pengusaha berinisial CN pada Rabu (2/10/2013) malam di rumah dinas Akil, Kompleks Widya Chandra. KPK juga turut menyita sejumlah uang dollar Singapura senilai Rp 2-3 miliar yang diberikan Chairun Nisa dengan CN kepada Akil Mochtar.Uang itu diduga terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimatan Tengah.Sehingga majelis Kehormatan MK memutuskan Akil melanggar kode etik dan memberhentikan Akil secara tidak hormat.
Dalam konteks Indonesia, berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang, terdapat tiga hakim yang berlatar belakang dari partai politik.Dalam pemilihan hakim kostitusi agar DPR mempertimbangkan ulang pasal yang mengatur tentang hakim konstitusi dari elemen partai politik.Hakim konstitusi berbeda dengan politisi, tugasnya menguji undang-undang, sengketa pemilu dan penafsiran hukum, sepenuhnya berkaitan dengan hukum, tidak menyangkut politik.Tugas hakim konstitusi berkaitan masalah hukum kenegaraan, ini sangat penting dan berat, sehingga Presiden, MA, dan DPR mengubah tradisinya dalam menyeleksi calon hakim konstitusi.Pemerintah perlu adanya pembenahan dalam pemilihan hakim konstitusi dan jangan sampai itu berlanjut, dari kasus akil banyak menuai banyak kritik yang dilontarkan oleh beberapa ahli seperti Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun[7], Aktivis Hukum, Alexius Tantrajaya[8].
Memang tidak mudah jika seorang hakim konstitusi berasal dari parpol dalam menyelesaikan permasalahan dari parpolnya sendiri. Maka seorang hakim harus lah kuat menahan godaan. Selanjutnya jika merujuk pada paparan diatas perlu adanya pembenahan dalam penentuan hakim konstitusi jangan sampai orang-orang politik masuk di dalam mahkamah konstitusi. Jika politisi masuk tidak menutup kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misal: korupsi, mementingkan partainya.

II.3 ANTISIPASI MASUKNYA PENGARUH PARPOL KEDALAMHAKIM
Termuat jelas bahwa wewenang yang diemban oleh Mahkamah Konstitusi yang terdapat dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yaitu:
a.       Memutus pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannyadiberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c.       Memutus pembubaran partai politik; dan
d.      Memutus perselisihan hasil Pemilu.
Dari empat wewenang itu kebanyakan yang bersinggungan langsung atau lebih dekat dengan partai politik adalah butir ‘’c’’ dan ‘’d’’.Guna menjaga, memelihara, dan meningkatkan integritas pribadi, kompetensi dan perilaku hakim konstitusi perlu dirumuskan dan disusun kode etik dan perilaku, sebagai pedoman bagi hakim konstitusi dan tolok ukur untuk menilai perilaku hakim konstitusi secara terukur dan terus menerus.Untuk itu, melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006 ditetapkan Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Mahkamah konstitusi dalam menjalankan tugasnya dalam peradilan memiliki dua prinsip pokok, yaitu: the principle of judicial independence, dan the principle of judicial impartiality. Kedua prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistem di semua negara yang disebut hukum modern atau modern constitutional state. Prinsip independensi itu sendiri antara lain harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang dihadapinya. Di samping itu, independensi juga tercermin dalam berbagai pengaturan mengenai hal-hal pengangkatan, masa kerja, penembangan karier, sistem penggajian, dan pemberhentian para hakim.
Prinsip yang kedua yang sangat penting adalah prinsip ketidakberpihakan (the principle of impartiality). Bahkan menurut O. Hood Phillips dan kawan-kawan, dalam Asshiddiqie (2011: 317) mengatakan, ‘’ the impartiality of the judiciary is recognized as an important, if not the most important element, in the administration of justice’’. Dalam praktik ketidakberpihakan itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara imparsial (to be impartiality), tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial (to appear impartiality).
Di samping kedua prinsip sebut, dari perspektif hakim sendiri berkembang pula pemikiran mengenai prinsip-prinsip lain yang dianggap penting. Misalnya “The Bangalore Principles’’, yang memuat enam ketetapan bagi seorang hakim.  Antara lain: prinsip independensi (independence), ketakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesopanan (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan dan keseksamaan (competence and diligence), serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu prinsip kearifan dan kebijaksanaan (wisdom) sebagai kode etik hakim konstitusi beserta penerapannya, digunakan sebagai rujukan dan tolok ukur dalam menilai perilaku hakim konstitusi, guna mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, kekesatriaan, sportivitas, kedisiplinan, kerja keras, kemandirian, rasa malu, tanggung jawab, kehormatan, serta martabat diri sebagai hakim konstitusi.
Hakim konstitusi ialah seseorang yang memangku jabatan hakim pada Mahkamah konstitusi yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang menjadi kewenangan dan kewajiban MK sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Selama menjadi hakim konstitusi perilaku hakim harus mencerminkan kode etik, dalam  IKAHI (2009: 1) telah disebutkan prinsip-prinsip daasar kode etik  tersebut.
Prinsip-prinsip  dasar  kode  etik  dan  pedoman  perilaku  hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut :

(1)  berperilaku adil;                                     (6)   bertanggung jawab;
(2)  berperilaku jujur;                                    (7)   menjunjung tinggi harga diri;
(3)  berperilaku arif dan bijaksana;                (8)   berdisplin tinggi;
(4)  bersikap mandiri;                                    (9)   berperilaku rendah hati;
(5)  berintegritas tinggi;                                  (10) bersikap profesional.

Dari prinsip pokok, prinsip dalam the bangalore principles, dan kode etik kehakiman diatas dijalankan dengan baik dan berusaha untuk mengamalkan sepenuh hati. Maka tidaklah dijumpai pelanggaran-pelanggaran moral, yang baru-baru ini terjadi.
Menurut PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 Mahkamah Konstitusi juga disebutkan dalam BAB I IKODE ETIK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI, yaitu;
Pasal 2 Hakim Konstitusi :
1.      Menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan,serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan
penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa,negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selakunegarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun(independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalammenegakkan hukum dan keadilan.
3.      Memperdalam dan memperluas penguasaan ilmupengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugassebagai Hakim Konstitusi, untuk digunakan dalam prosespenyelesaian perkara dengan setepat-tepatnya dan seadiladilnyasesuai dengan kewenangan dan kewajiban yangdiamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.
Sementara itu ada agenda yang sedang digembar-gemborkan oleh MK terkait pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi.Ada banyak pandangan pro dan kontra mengenai itu.Seperti halnya pengacara Robikin Emhas[9] menilai pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi merupakan terobosan hukum yang dapat dipahami."Dalam masa transisi pascaditerbitkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK, dan sebelum tuntasnya perumusan kode etik oleh MK dan KY, hemat saya Dewan Etik yang dibentuk MK merupakan terobosan hukum yang dapat dipahami," kata Robikin Emhas. Ia mengatakan pembentukan Dewan Etik juga sekaligus memenuhi perintah pembentuk undang-undang yang mengamatkan hal itu, serta menjadi bagian dari kehendak publik, termasuk para pencari keadilan dalam sengketa konstitusional, yang direspon secara baik oleh MK.
Untuk menegakkan kode etik dan perilaku hakim tersebut, Mahkamah Konstitusi menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PMK/2006 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah majelis kehormatan Hakim Konstitusi sebagai alat kelengkapan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Majelis Kehormatan tersebut bersifat ad hoc. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi beranggotakan lima orang, yang terdiri atas dua orang berasal dari Hakim Panel Etik ditambah tiga orang, masing-masing seorang guru besar senior dalam ilmu hukum, seorang mantan Hakim Agung atau mantan Hakim Konstitusi, serta seorang mantan pimpinan lembaga tinggi negara. Majelis Kehormatan berwenang memeriksa dan mengambil keputusan yang berisi rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap dugaan pelanggaran atau rekomendasi tentang pemulihan nama baik hakim terlapor.
Panel Etik yang dimaksud adalah bentukan Mahkamah Konstitusi yang terdiri atas tiga orang anggota berasal dari Hakim Konstitusi untuk memeriksa laporan dan/atau informasi pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, serta memberikan rekomendasi berdasarkan kesimpulan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang harus diambil oleh Mahkamah. Panel Etik berwenang mengambil keputusan berupa perlunya pemeriksaan lanjutan dan/atau mengambil keputusan berupa rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran ringan kepada Mahkamah.
Atas pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, masyarakat dapat menyampaikan laporan yang disampaikan langsung kepada Mahkamah Konstitusi atau melalui Kotak Pos 999 Jakarta 10000.Laporan tersebut harus memuat identitas pelapor, hakim terlapor, dan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim terlapor yang diuraikan secara lengkap dan rinci, serta dilampiri dengan bukti-bukti pendukung. Informasi tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim juga dapat diperoleh dari pemberitaan media massa baik cetak maupun elektronik.
Sanksi pelanggaran dapat berupa Teguran tertulis atau Pemberhentian.Teguran tertulis oleh Ketua Mahkamah dapat berupa Teguran tertulis yang disampaikan kepada hakim terlapor dengan tembusan kepada hakim lainnya; atau Teguran tertulis yang disampaikan kepada hakim terlapor dengan tembusan kepada hakim lainnya dan diumumkan kepada masyarakat.Sedangkan Pemberhentian oleh Presiden dapat berupa Pemberhentian dengan hormat atau Pemberhentian dengan tidak hormat.
Jadi dalam rangka meminimalkan penyelewengan yang dilakukan hakim konstitusi ada bermacam-macam upaya, baik yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, seperti KY, majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi, pemberian batasan-batasan perilaku hakim (termuat dalam kode etik hakim konstitusi), upaya oleh masyarakat dengan memberikan laporan yang disampaikan langsung kepada Mahkamah Konstitusi melalui surat, dan lain sebagainya. Hal tersebut diupayakan jangan sampai perilaku hakim memihak pada parpol yang membawanya, ataupun keinginannya sendiri (seperti korupsi untuk kepentingannya sendiri atu golongan).


BAB III
PENUTUP



III.1 KESIMPULAN


Keberadaan mahkamah konstitusi memberikan konsekuensi bagi Hakim Konstitusi dalam menjalankan tugasnya harus professional dan memiliki komitmen kuat dalam keadilan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.Memang jabatan seorang hakim kostitusi dinilai tidak ringan karena tidak sedikit adanya tekanan dari partai politik yang mengusungnya atau saat ia mendapatkan iming-iming uang. Maka seorang hakim harus memenuhi prinsip yang harus dimiliki hakim konstitusi: integritas, independensi, ketakberpihakan, kepantasan dan kesopanan, kesetaraan, kecakapan dan kesamaan harus melekat padanya.
Memang tidak mudah jika seorang hakim konstitusi berasal dari parpol dalam menyelesaikan permasalahan dari parpolnya sendiri. Maka seorang hakim harus lah kuat menahan godaan. Selanjutnya jika merujuk pada paparan diatas perlu adanya pembenahan dalam penentuan hakim konstitusi jangan sampai orang-orang politik masuk di dalam mahkamah konstitusi. Jika politisi masuk tidak menutup kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misal:korupsi kolusi nepotisme (KKN) atupun kepentingan lainnya.
Sementara itu upaya yang dilakukan hakim konstitusi ada bermacam-macam: baik yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, seperti KY, majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi, pemberian batasan-batasan perilaku hakim (termuat dalam kode etik hakim konstitusi), upaya oleh masyarakat dengan memberikan laporan yang disampaikan langsung kepada Mahkamah Konstitusi melalui surat.



III.2 SARAN


Saran yang perlu disampaikan menurut kesimpulan diatas Dewan Etik Mahkamah Konstitusi harus secepatnya dibentuk, serta harus ada kontrol dari masyarakat yang aktif terhadap Mahkamah Konstitusi denganmenyampaikan laporan yang disampaikan langsung kepada Mahkamah Konstitusi atau melalui Kotak Pos 999 Jakarta 10000.

DAFTAR RUJUKAN
Parhulutan Daulay, Ikhsan, Rosyada. 2006. Mahkamah Konstitusi Memahami Keberadaanya Dalam System Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
PERPPU No. 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang No. 8 tahu 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor02/PMK/2003.
____, Kedudukan, kewenangan, Mahkamah Konstitusi Rpublik Indonesia. (Online), http//kedudukan, kewenangan, mahkamah konstitusi republik Indonesia.htm. Diakses Kamis, 21 Nopember 2013.
____, Lingkar studi Hukum dan Perkembangan Sosial Kode Etik dan Perilaku HakimKonstitusi.(Online), http//lingkar studi hukum dan perkembangan social kode etik dan perilaku hakim konstitusi.htm. Diakses Kamis, 21 Nopember 2013
Antara news (Online),http//perilaku hakim/Kontroversi pembentukan dewan etik hakim konstitusi - ANTARA News.htm. Diakses Kamis, 21 Nopember 2013.
Vivanews.Lengkaplah Penderitaan Rakyat. (Online), http//lengkaplah penderitaan rakyat.htm. Diakses Jumat, 25 Oktober 2013.
_____, Mahkamah Konstitusi Dililit Politik. (Online), http://jia-xiang.biz/read/mahkamah-konstitusi-dililit-politik.Senin, 17 November 2013.Diakses Kamis, 21 Nopember 2013.
Suryanta Bakti Susila, Nina Rahayu.Hakim MK Diusulkan Tak Lagi Dipilih DPR(Online),http://nasional.news.viva.co.id/news/read/451192-hakim-mk-diusulkan-tak-lagi-dipilih-dpr.Minggu, 13 Oktober 2013, 17:17. Diakses Kamis, 21 Nopember 2013.

 






[1]  Lihat pasal 1 angka 8 KUHAP.
[2]  Lihat pasal 1 angka 9 KUHAP.
[3]  Dalam UU No. 24 tahun 2003 BAB IV pasal 15 disebutkan syarat hakim konstititusi yaitu:
1.     Memiliki intergritas dan kepribadian tidak tercela;
2.     Adil; dan
3.    Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Selanjutnya dalam pasal 16 UU serupa, syarat bagi calon hakim konstitusi dapat diangkat menjadi hakim konstitusi harus memenuhi:
1.     Warga Negara Indonesia;
2.     Berpendidikan sarjana hukum;
3.     Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat pengangkatan;
4.     Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
5.     Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
6.     Mempunyai pengalaman kerja dibidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

Selain itu dalam pasal 17 UU serupa, menyebutkan hakim konstitusi dilarangan merangkap:
a.      Pejabat negara lainnya;
b.     Anggota partai politik;
c.      Pengusaha;
d.     Advokat;
e.      Pegawai negeri.

[4]Dalam Vivanews 25 Oktober 2013
[5]Kamis, 31 Oktober 2013 | 11:58 WIB
[6]KOMPAS.com, Kamis, 3 Oktober 2013 | 10:39 WIB Hilangkan "Tradisi" Hakim Konstitusi dari Partai Politik!
[7]Harun mengusulkan supaya hakim konstitusi tidak lagi berlatar belakang dari partai politik, dan tidak perlu lagi pemilihan hakim konstitusi dilakukan oleh DPR RI.
Menurut dia, seharusnya ada panel atau tim independen yang dipercaya untuk menentukan seorang hakim konstitusi yang kredibel.Kalau yang milih juga lembaga yang bobrok (DPR), sama saja akan menghasilkan hakim yang sama rusaknya juga. Susah.Bisa saja ada kepentingan dari yang memilih hakimnya," kata Refly kepada wartawan, dalam acara diskusi, di Bakoel Coffie, Jakarta Pusat, Minggu (13/10).


[8]Alexius menegaskan, sulit meyakini independensi seorang hakim konstitusi jika memiliki ikatan dengan partai politik. Apalagi proses rekrutmennya melalui tahapan politik yang ditentukan oleh para wakil partai politik di parlemen.“Selain membenahi sistem, hal penting yang harus dilakukan adalah pemilihan hakim konstitusi harus benar-benar bersih dari ikatan gurita politik,” kata Alexius Tantrajaya.

[9] MK (ANTARANews.com) Rabu, 13 November 2013 12:35 WIB | 2886 Views