PRAKTEK KORUPSI DI INDONESIA DIPANDANG DARI
SEGI FILSAFAT MORAL
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Korupsi di Indonesia tidaklah asing lagi di dengar oleh telinga. Bahkan
setiap hari di media tak henti-hentinya mengabarkan tentang korupsi. Adapun
korupsi yang merajalela di Indonesia seakan-akan tidak terbendung lagi. Baik
itu ditingkat pusat sampai daerah terjangkit korupsi.
Pemberantasan korupsi selama ini masih belum berjalan dengan baik. Hal ini
ditandai masih banyaknya perilaku korupsi ditemui di Indonesia. Meskipun peran
pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi dan memberantas
korupsi dengan cara memberi hukuman yang berat seperti: tidak memberikan
keringanan hukuman, mencabut hak memilih dan dipilih, dimiskinkan dan lain
sebagainya. Namun upaya tersebut masih kurang efektif hal ini terbukti dengan
masih adanya oknum-oknum di pemerintahan yang terlibat perilaku korupsi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
praktek korupsi di Indonesia?
2.
Bagaimana
pandangan filsafat moral terhadap praktek korupsi yang terjadi di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.
Mendiskripsikan
praktek korupsi di Indonesia.
2.
Mendiskripsikan
pandangan filsafat moral terhadap praktek korupsi yang terjadi di Indonesia.
PEMBAHASAN
2.1 Praktek
Korupsi di Indonesia
Permasaahan korupsi akhir-akhir ini banyak mencuat di
media, mulai dari kalangan atas, kalangan menegah, dan bawah. Bukan hanya
materi berbentuk uang yang bisa dikorupsi, tetapi waktu pun juga dikorupsi.
Misalnya jam kerja dimulai dari jam delapan hingga jam empat sore, tetapi banyak
karyawan yang sudah pulang dari jam empat kurang. Itulah contoh korupsi
sederhana yang mungkin biasa dilakukan tanpa disadari.
Dalam skala makro, di
Indonesia masalah korupsi
telah menjadi fokus
utama. Indeks korupsi
Indonesia mengalami peningkatan dari 2,6 pada tahun 2008 menjadi
2,8 pada tahun 2009. Pada Maret 10,
berdasarkan hasil data
survey dari “Political
& Economic Risk
Consultancy” (PERC) – Hongkong
dan Transfarency Internasional
– Jerman menunjukkan
bahwa Indonesia termasukara Negara terkorup nomor satu
dari enam belas negara yang ada di Asia
Pasifik. Dari kasus-kasus korupsi yang diungkap
selama tahun 2010,
tentu saja kita
dapat memperkirakan kemungkinan
indeks korupsi Indonesia akan
meningkat lagi. Tidak
ada upaya serius
dari pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi
tersebut. Dari peringkat dunia, Indonesia termasuk Negara besar terkorup. Di tingkat Asia Tenggara kita termasuk Negara
terkorup nomor satu. (Majalah “AKUNTAN INDONESIA”, 29/Tahun 2011, hal. 36-40).
Mengingat banyaknya praktek korupsi yang
telah merajalela di jajaran pemerintahan. Mereka para Individu yang sedang
mengenggam kekuasaan, bukanlah individu yang semuanya dikaruniai kualitas moral
yang lebih tinggi dari orang kebanyakan. Secara moral mereka sama saja dengan
rakyat yang mereka wakili. Bahkan mereka jauh lebih rentan terhadap kesalahan
dan kejatuhan. Mengapa?, karena mereka memiliki kekuasaan, yang dalam dirinya
selalu mengandung kecenderungan untuk disalahgunakan.
Realitas sekarang ini bahwa
pejabat pemerintah cenderung dalam melaksanakan fungsi-fungsinya lebih
memperlihatkan pertarungan kekuatan dan kepentingan tanpa memperhatikan yang
idealnya, dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya, sehingga yang terjadi
mengabaikan apa yang sepatutnya dilakukan. Sementara itu, ditengah-tengah
kehidupan kita terjadi pertarungan kepentingan pribadi dan kelompok antar para
elite politik. Selain itu, money politic yang dilakukan oleh
sebagian para politisi dalam meraih jabatan dipertonton dengan mencolok tanpa
merasa malu dan bersalah, sehingga menampakkan sebagian para pejabat tidak tahu
lagi membedakan antara yang halal dan haram dan antara yang benar dan salah (ingat
hanya sebagian yang demikian).
Kemudian,
keadaan ini diperparah oleh kasus-kasus korupsi yang belakangan membawa para pejabat
pemerintah ke jeruji-jeruji penjara. Harapan masyarakat setelah jatuhnya
pemerintahan Orde Baru masalah Korupsi Kolusi Nepotisme akan hilang, tetapi
kenyataannya justru sebaliknya korupsi semakin hari semakin meningkat, sehingga
etika dikalangan pejabat yang kenyataannya menjadi pemimpin formal bangsa ini
cenderung semakin terpuruk. Serta tampaknya sebagian pejabat ini tidak lagi
mampu membedakan antara wewenang mereka dan bukan, antara kebijakan dan
tindakan yang benar dan yang salah.
Terkait
dengan hal itu, fakta tergambar dengan sangat jelas dan secara kasatmata
dilihat oleh publik sebagai kenyataan perilaku yang tidak saja tercela tetapi
juga melanggar hukum. Fakta tersebut terlihat dari beberapa kasus yang menimpa pejabat
pemerintahan, antara lain :
1. Mantan Menpora Andi
Mallarangeng yang Jumat (11/10) gagal ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Kedua tokoh ini terlibat dalam kasus proyek Hambalang, Bogor.
2. Presiden Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, juga menggemparkan para kader partai
Islam ini. Betapa tidak mengejutkan, Luthfi bersama Ahmad Fathanah didakwa
menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 1,3 miliar, bagian dari total imbalan
Rp 40 miliar yang dijanjikan Dirut PT Indoguna Utama terkait pengurusan
persetujuan penambahan kuota impor daging sapi.
3. Kepala SKK Migas Rudi
Rubiandini dan mantan Kepala Korps Lantas Polri Irjen Djoko Susilo. Irjen Djoko
telah divonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 10 tahun penjara
dan denda Rp 500 juta.
4. Kasus ditangkapnya Ketua
MK, Akil Mochtar, di rumah dinasnya pada 3 Oktober 2013 karena diduga telah
menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah,
menjadi contoh paling anyar.
Sungguh
miris sekali, selain itu yang mulanya sebelum orde reformasi, tindak korupsi
hanya terjadi pada tingkat pusat saja. Namun setelah adanya desentralisasi maka
korupsi di daerah tak terelakan, yang justru itu menimbulkan ruang baru bagi
penguasa korup. Tidak
hanya itu saja bahkan aparat penegak hukum juga ikut-ikut melakukan tindak
korupsi, baik yang sudah terpidana, tersangka, terdakwa, maupun yang masih
berkeliaran.
2.2 Pandangan
Filsafat Moral Terhadap Praktek Korupsi yang Terjadi di Indonesia
Kata Latin corruptus, (corrupt)
menimbulkan serangkaian gambaran kejahatan; kata itu berarti apa saja yang
merusak keutuhan, ada nada moral pada kata tersebut (Klitgaard, 2005 dalam). Sementara
itu, salah satu definisi korupsi menurut kamus lengkap Webster’s Third
New International Dictionary (dalam Klitgaard, 2005) adalah ajakan
(dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang semestinya
(misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran tugas. Selain itu, Klitgaard
(2005) mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau
melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Online (nazaki-nashir.blogspot.com/2012/.../apakah-korupsi-melanggar-etika.ht).
Pemahaman pengertian korupsi di tengah masyarakat juga
beragam. Tidak ada satu kata dalam
hal pengertian korupsi.
Menurut Baharudin Lopa :1987 (dalam Sparta, 2011:36),
pengertian umum dari korupsi
adalah suatu tindak
pidana yang berhubungan
dengan perbuatan penyuapan
dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain
yang merugikan atau
dapat merugikan keuangan atau
perekonomian negara, merugikan
kesejahteraan dan kepentingan
rakyat. Pengertian lain yang memberikan sudut pandang yang
berbeda dari pendapat Lopa tersebut adalah pengertian korupsi dalam Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU 31/1999). Pengertian korupsi
menurut undang-undang ini adalah
“ perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain dengan
melawan hukum yang
dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian
Negara” atau “perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”. Termasuk pengertian
korupsi adalah suap terhadap pejabat atau pegawai negeri. Dari pengertian
korupsi tersebut di
atas terdapat beberapa
kata kunci dalam
pengertian korupsi yaitu “perbuatan”,”melawan hukum”, memperkaya
diri sendiri atau orang lain”, “merugikan
keuangan/perekonomian Negara”, “menyalahgunakan wewenang, kesempatan
atau sarana yang ada padanya”, dan “menguntungkan diri sendiri”.
Dari beberapa definisi diatas
mengenai korupsi dapat diambil titik temu bahwa korupsi merupakan perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya
diri sendiri dengan merugikan Negara. Kegiatan korupsi dengan jalan
memanipulasi, menyuap, dan lain lain.
Selanjutnya mengenai
keadaan yang dapat menimbulkan seseorang melakukan korupsi, Pope menegaskan pula
dalam saidi dkk, dalam blognya paksuzaki bahwa :
Korupsi dapat terjadi jika ada
kesempatan dan keinginan dalam waktu bersamaan. Kesempatan (structural)
dan keinginan (cultural) sangat memegang penjelasan kunci bagaimana
korupsi itu bisa terjadi. Jika masalah peluang lebih berkaitan dengan
ada-tidaknya kontrol, maka masalah keinginan lebih berkaitan dengan integritas
moralitas yang dimiilki aktor. Keduanya, tidak bisa saling menafikan. Jika ada
kesempatan tetapi tidak ada keinginan, maka korupsi tidak akan terjadi.
Sebaliknya, jika ada keinginan tetapi tidak ada kesempatan maka korupsi juga
tidak akan terjadi.
Kemudian dijelaskan pula mengenai praktek
korupsi terbagi atas beberapa kategori, dalam Saidi dkk, 2006, dalam blognya paksuzaki yaitu:
1.
Korupsi transaktif yaitu
korupsi yang terjadi dalam bentuk suap antara pemberi dan penerima dalam bentuk
saling menguntungkan (simbiose mutualistik).
2.
Korupsi ekstortif yaitu
korupsi yang terjadi akibat pungutan paksa dari pejabat atas jasa yang
diberikan, sedangkan pihak luar terpaksa harus memberi karena terpaksa.
3.
Korupsi invensif yaitu
pemberian hadiah atau jasa sebagai upaya investasi guna memperoleh kemudahan di
masa yang akan datang.
4.
Korupsi nepotistik yaitu
korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan pada
kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi kerabat dekat.
5.
Korupsi otogentik
yaitu korupsi yang terjadi jika seorang penjabat menjual informasi rahasia
kepada para peserta tender dengan imbalan tertentu.
6.
Korupsi suportif yaitu
korupsi yang dilakukan secara jamaah dalam satu bagian dengan tujuan untuk
melindungi dan mempertahankan praktik korupsi yang dilakukan secara kolektif.
Dalam
konteks teori kekuasaan, dikatakan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan di
mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau
kelompok orang lain ke arah tujuan dari pihak pertama (Laswell dan Kaplan dalam
Budiardjo, 2009). Dalam hal ini, ditinjau dari tujuan kekuasaan pejabat
pemerintah dalam hal ini adalah anggota dewan perwakilan rakyat hakekatnya
adalah untuk mencapai tujuan negara Republik Indonesia yaitu untuk
menyelenggarakan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat Indonesia.
Korupsi di Indonesia telah menjadi fenomena sistemik dan
menjadi problem social-politik yang mengakar. Korupsi sistemik telah melintasi
kategori-kategori sosiologis politik pedesaan dan perkotaan. Di dalam system
seperti ini , korupsi bukan saja mampu mempertahankan dirinya dari usaha-usaha
pemberantasan korupsi yang sporadic dan tidak sistemik. System yang korup telah
menjadi habitat yang sangat mendukung bagi proses regenerasi koruptor.
(Transparency Intenational Indonesia, survey integritas anak muda 2013, hal1).
Dalam benak mereka melakukan korupsi adalah
hal wajar dan tidak dapat dihindari manakala rekan kerjanya lebih-lebih atasan
melakukan praktek korupsi. Maka pejabat dibawahnya ikut-ikut kena getahnya.
Kemudian ketika ada kesempatan untuk melakukan suatu tindakan memperkaya diri
dengan tidak memperdulikan akibat yang akan ditimbulakan adalah kerugian
Negara. Tindakan-tindakan mereka yang bertentangan dengan nilai moral, etika
tidak dihindarkan yang ada dalam benak mereka adalah keserakahan. Tindakan korupsi
terjadi manakala kekuatan moral etisnya pejabat turun sedangkan nilai ingin
memiliki sesuatu yang bukan haknya nya
meningkat.
Maka tidaklah dianggap bermoral jika para
pejabat itu tidak mencerminkan
pengabdian sebagai abdi Negara. Pejabat Negara dalam tujuannya adalah
pengabdiannya untuk mewakili aspirasi masyarakat yang diwakili namun melakukan
korupsi adalah suatu hal yang sia-sia. Negara Indonesia ini berada dalam kategori miskin ditambah
lagi para pejabat yang melakukan korupsi, hal itu justru memperparah keadaan, yaitu
semakin miskin. Manakala kekayaan Negara dirampok hanya untuk sebagian kalangan
yang menikmati, tidak untuk kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pejabat yang melakukan korupsi patut
dipertanyakan kredibilitas moral, etikanya. Adakalanya pejabat yang sengaja
melakukan itu, tidak sengaja, ikut-ikut karena suatu hal yang tidak mungkin ia
langgar, kalau dilanggar akan disingkirkan (pecat atasan) dan lain sebagainya.
Namun di kalangan pejabat walaupun banyak ditemui di media massa yang
tersangkut soal korupsi, penulis percaya masih banyak para pejabat yang
memikili moral, etika yang tinggi. Pemimpin yang berhati jujur, amanah,
bijaksana masih banyak ditemui di Negara ini.
Upaya pemberantasan tindak korupsi ini
sekarang makin gencar-gencarnya. Baik upaya preventif, represif, maupun
koersif. Upaya dari pemerintah sendiri seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK), Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Badan
Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Selain itu dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat juga tidak tinggal
diam yaitu Indonesian Corruption Watch
(ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI), Malang Corruption Watch (MCW) dan
lain-lain.
Diharapkan dengan adanya berbagai upaya
tersebut angka korupsi di indonesia dapat ditekan, dan bahkan diberantas.
Pemberantasan tersebut tidaklah mudah perlu perjuangan yang keras, baik
pemerintah, kalangan swasta serta masyarakat indonesia pada umumnya saling
kerjasama. Demi Negara indonesia kedepan lebih baik, bermartabat, no korupsi.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Korupsi merupakan perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri
dengan merugikan Negara. Kegiatan korupsi dengan jalan memanipulasi, menyuap,
dan lain lain. Banyak ditemui praktek korupsi di indonesia baik ditingkat
pusat, daerah, swasta dan lain-lain yang merugikan Negara. Hal itu terbukti
banyaknya tersangka, terpidananya beberapa pejabat pemerintah setelah keputusan
di pengadilan. Namun walaupun di Negara ini begitu banyak pemimpin yang
melakukan perbuatan yang melanggar etika, moral tersebut. Masih banyak dijumpai
pemimpin yang jujur, amanah dalam mengawal keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Berbagai upaya terus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di
Indonesia, walaupun sudah terbentuk badan-badan pemberantasan jika tidak ada
kerjasama di semua pihak. Maka mustahil Indonesia akan bebas dari korupsi.
3.2 Saran
Perlu adanya kerjasama dari
semua pihak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemerintah, swasta, dan
seluruh rakyat Indonesia saling bekerjasama dalam pemberantasan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo,
Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Indry
Yani: Moralitas Koruptor ( Tugas Ke-4 ) 27 Nov 2013
Sumber,
(Http/:Indryfile.Blogspot.Com/2013/11/Moralitas-Koruptor-Tugas-Ke-4_27.Html).
Online, diakses 1 September 2014.
Sumber,
(Http/:Nazaki-Nashir.Blogspot.Com/2012/.../Apakah-Korupsi-Melanggar-Etika.Ht...).
Online, diakses 1 September 2014.
Sparta.
Praktek Korupsi Di Indonesia Dari Sisi
Filsafat Manusia. Majalah Akuntan Indonesia. 2011. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Sumber, (Praktek Korupsi Di Indonesia
portal.kopertis3.or.id...Tulisan_Sparta_Korupsi%20dan%20Filsafat%20...). Online,
diakses 1 September 2014.
Transparency
Intenational Indonesia. Survey Integritas Anak Muda 2013. 2013. Jakarta
Selatan.