Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *


  • Kesemestaan

    “Allah masih mencintai anda jika masih banyak cobaan dan tantangan hidup yang datang menghampiri anda. Allah percaya bahwa anda mampu melaluinya, maka jagalah kepercayaan itu”

  • Soul, Heart, Mind

    “Realitas kehidupan Anda adalah deskripsi dari jiwa dan pikiran anda”

  • Traveler

    “Pergilah sejauh mungkin dan ketika anda tiba di sana anda akan melihat lebih jauh lagi”

Kamis, 07 Februari 2019

Tingkatan Paham

*"SECANGKIR ILMU PAHAM".*

Tingkat terbawah dalam ilmu itu adalah *"paham".*
Ini wilayah kejernihan logika berfikir dan kerendahan hati. Ilmu tidak membutakannya, malah menjadikannya kaya.

Tingkat ke dua terbawah adalah *"kurang paham".*
Orang kurang paham akan terus belajar sampai dia paham ..., dia akan terus bertanya untuk mendapatkan simpul2 pemahaman yang benar ...!

Naik setingkat lagi adalah mereka yang *salah paham.* Salah paham itu biasanya karena emosi dikedepankan, sehingga dia tidak sempat berfikir jernih. Dan ketika mereka akhirnya paham, mereka biasanya meminta maaf atas kesalah-pahamannya. Jika tidak, dia akan naik ke tingkat tertinggi dari ilmu.

Nah, tingkat tertinggi dari ilmu itu adalah *gagal paham.* Gagal paham ini biasanya lebih karena *kesombongan.*

Karena merasa berilmu, dia sudah tidak mau lagi menerima ilmu dari orang lain.
Tidak mau lagi menerima masukan dari siapapun (baik itu nasehat dll ), atau pilih-pilih hanya mau menerima ilmu (nasehat) dari yang dia suka saja ..., bukan ilmu yg disampaikan, tapi siapa yang menyampaikan ...?

Tertutup hatinya.
Tertutup akal pikirannya.
Tertutup pendengarannya.
Tertutup logikanya.

*_Ia selalu merasa cukup dengan pendapatnya sendiri._*

_*Parahnya lagi ...,*_

Dia tidak menyadari bahwa pemahamannya yang gagal itu, menjadi bahan tertawaan orang yang paham.

Dia tetap dengan dirinya,
dan dia bangga dengan
*ke-gagal paham-annya ...*

"Kok *paham* ada di tingkat terbawah dan *gagal paham* di tingkat yang paling tinggi ? Apa tidak terbalik ?"

"Orang semakin paham akan semakin membumi, menunduk, merendah."

Dia menjadi bijaksana, karena akhirnya dia tahu, bahwa sebenarnya banyak sekali ilmu yang belum dia ketahui, dia merasa se-akan2 dia tidak tahu apa-apa ...

Dia terus mau menerima ilmu, darimana-pun ilmu itu datangnya.

Dia tidak melihat siapa yang bicara, tetapi dia melihat ..., apa yang disampaikan ...!

Dia paham ...,

*ilmu itu seperti air, dan air hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah.*

Semakin dia merendahkan hatinya, semakin tercurah ilmu kepadanya.

Sedangkan gagal paham itu ilmu tingkat tinggi.

*dia seperti balon gas* yang berada di atas awan.

Dia terbang tinggi dengan kesombongannya ...,
Memandang rendah ke-ilmuan lain yang tak sepaham dengannya,

*Dan merasa akulah kebenaran ... !!!*

Masalahnya ..., dia tidak mempunyai pijakan yang kuat, sehingga mudah ditiup angin, tanpa mampu menolak.
Sering berubah arah, tanpa kejelasan yang pasti.

Akhirnya dia terbawa ke-mana2 sampai terlupa jalan pulang ..., dia tersesat dengan pemahamannya dan lambat laun akan dibinasakan oleh kesombongannya ...

Dia akan mengakui ke-gagal paham-annya ..., dengan penyesalan yang amat sangat dalam.

"Jadi yang perlu diingat ...,
*akal akan berfungsi dengan benar, ketika hatimu merendah ...*
_*Ketika hatimu meninggi.., maka ilmu juga-lah yang akan membutakan si pemilik akal ..."*_

Ternyata di situlah kuncinya.

_"Lidah orang bijaksana, berada didalam hatinya, dan tidak pernah melukai hati siapapun yang mendengarnya ..., tetapi hati orang dungu, berada di belakang lidahnya, selalu hanya ingin perkataannya saja yang paling benar dan harus didengar ... !!!"_

_*"Ilmu itu open ending"*_
Makin digali makin terasa dangkal.
Jadi kalau ada orang yang merasa sudah tahu segalanya, berarti dia tidak tahu apa2 ... !!!"

Rabu, 06 Februari 2019

Nation and Character Building

MARI KITA BANGUN BANGSA INDONESIA

Bagaimana kita mampu mempertahankan dan melestarikan segala peninggalan leluhur kita yang sifatnya sangatlah arif bijak lebih maju dan budi pekertinya tinggi sekali pada era zaman globalisasi ini, yang tujuannya asalah menghapus identitsa lokal kita?

Jawabannya adalah harus ada langkah kongret dari segala element negara dan bangsa untuk membentuk dan membangun, malah malah juga mengembangkan karakter generasi yang sudah

Seperti kata bung karno dalam HUT RI TAHUN 1966

jiwa kita yang sedalam-dalamnya, maka pokok inti sari mandat..!” Bung Karno berteriak lagi dan kembali mengulang kata-kata itu satu per satu dengan lebih berapi-api: “pokok… inti… sari… mandat, yang saya terima dari MPRS ialah ... membangun bangsa !!, nation building !!, dari kemerosotan zaman kolonial, untuk dijadikan suatu bangsa yang berjiwa !!, yang dapat dan mampu menghadapi semua tantangan..., atau bangsa yang merdeka !! dalam abad ke-20 ini !! Itulah inti sari pokok dari mandat MPRS kepada saya !!!,” lagi-lagi diucapkan dengan lebih keras dan hampir berteriak sambil memukul-mukulkan telapak tangan kanannya pada kertas yang dipegang di tangan kirinya.

Bung Karno melanjutkan, “Sesungguh nya toh..., bahwa membangun suatu negara !, membangun ekonomi !, membangun teknik !, membangun pertahanan...!!, adalah pertama-tama dan pada tahap utamanya ..!, mem-ba-ngun jiwa bangsa !!!,” pada bagian ini ia benar-benar sudah berteriak.

“Bukankah demikian ??? Sekali lagi, bukankah demikian ??!!!,” teriaknya.

“Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa !!! yang besar !!! tidak akan dapat mungkin mencapai tujuannya. Inilah perlunya..., sekali lagi MUTLAK perlunya! nation and character building!”

Untuk menggapai itu semua harus ada sumber sumber dari indonesia yang ditanamkan disalam setiap kegiatan apapapun, contoh; dulu ketika pada tahun 1970 sampai 1990an, setiap anak yang akan memasuki kelas disekolah selalu berbuat perbuatan yang sangat luhur, mereka salim kepada guru lalu menyanyikan indonesia raya lagu membaca pancasila yang disambung dengan mencium sang saka MERAH PUTIH.

Kalau sekarang mungkin jarang saya temui perbuatan yang sangat luhur seperti dulu.
Mungkin itu efek generasi yang disebut "MILENIAL" yang tidak seperti generasi 70 sampai 90.

Oke, bisa dikatakan bahwa generasi lebih pintar dan lebih mudah untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan informasi yang sifatnya universal, tapi juga perlu dilihat, antara prilaku generasi sekarang dan generasi dulu yang sangat berbeda. Terutama didalam nilai keluhuran keluhuran lokal yang dibangun oleh nenek moyang bangsa indonesia.

Seperti kata bung karno yang masih di dalam forum HUT RI 1966

“PancaSila!!!, Panca Ajimat!!! Tri Sakti !!!  Harus kita pertahankan terus!!! Malah harus kita pertumbuhkan terus!!!"

Sekarang banyak sekali kemerosotan di indonesia, terutama diera globalisasi, era penghapusan identitas lokal yang seolah olah dibiarkan oleh pemerintah dan kaum intelektual.

Maka untuk mengatasi kemerosotan tersebut harus ada tidakan konkret dan progresif Terutama kaum intelektuil, bangsawan, negarawan, mahasiswa dan para kiyai ataupun santri serta seluruh element bangsa ini untuk mengumpulkan seluruh warisan dan tinggalan leluhur bangsa kita dan menerapkan pada seluruh masyarakat dan generasi negeri yang akan tumbuh negara indonesia

Perampok Cerdas

PERAMPOK CERDAS

Perampok berteriak kepada semua orang di bank :

” Jangan bergerak! Uang ini semua milik Negara. Hidup Anda adalah milik Anda ..”

Semua orang di bank kemudian tiarap.

Hal ini disebut “Mind changing concept – merubah cara berpikir“.

Semua orang berhasil merubah cara berpikir dari cara yang bisa menjadi cara yang kreatif.

Salah satu nasabah yang sexy mencoba merayu perampok. Tetapi malah membuat perampok marah dan berteriak, ” Yang sopan mbak! Ini perampokan bukan perkosaan!”

Hal ini disebut ” Being professional – bertindak professional“. Fokus hanya pada pekerjaan sesuai prosedur yang diberikan.

Setelah selesai merampok bank dan kembali ke rumah, perampok muda yang lulusan MBA dari universitas terkenal berkata kepada perampok tua yang hanya lulusan SD ” Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita”.

Perampok tua menjawab. ” Dasar bodoh, Uang yang kita rampok banyak, repot menghitungnya. Kita tunggu saja berita TV, pasti ada berita mengenai jumlah uang yang kita rampok.”

Hal ini disebut “Experience – Pengalaman“. Pengalaman lebih penting daripada selembar kertas dari universitas.

Sementara di bank yang dirampok, si manajer berkata kepada kepala cabangnya untuk segera lapor ke polisi. Tapi kepala cabang berkata, ” Tunggu dulu, kita ambil dulu 10 milliar untuk kita bagi dua. Nanti totalnya kita laporkan sebagai uang yang dirampok.”

Hal ini disebut “Swim with the tide – ikuti arus“. Mengubah situasi yang sulit menjadi keuntungan pribadi.

Kemudian kepala cabangnya berkata,” Alangkah indahnya jika terjadi perampokan tiap bulan.”

Hal ini disebut “Killing boredom – menghilangkan kebosanan“. Kebahagiaan pribadi jauh lebih penting dari pekerjaan Anda.

Keesokan harinya berita di TV melaporkan uang 100 milliar dirampok dari bank. Perampok menghitung uang hasil perampokan dan perampok sangat murka. “Kita susah payah merampok cuma dapat 20 milliar,orang bank tanpa usaha dapat 80 milliar. Lebih enak jadi perampok yang berpendidikan rupanya.”

Hal ini disebut sebagai “Knowledge is worth as much as gold – pengetahuan lebih berharga daripada emas“.

Dan di tempat lain manajer dan kepala cabang bank tersenyum bahagia karena mendapat keuntungan dari perampokan yang dilakukan orang lain.

Hal ini disebut sebagai “seizing opportunity – berani mengambil risiko“.

Selamat mencermati kisah diatas. Meski mengandung humor namun ada point-point yang bisa kita tangkap dari humor bisnis di atas...

Apakah anda bisa melihat, mengapa bangsa ini selalu ada keributan ?

Kisah Perampokan diatas, adalah representing segala sesuatu yg terjadi di Negara ini.

#Repost

Nasehat Empat Kata

Kemuliaan Nasehat Abadi Empat Kata dari Lereng Merapi #Srumbung

Oleh KHOLILUL ROHMAN (Pondok Pesantren Payaman, Magelang)

Aliran sungai dari puncak Gunung Merapi setiap hari dikeruk material batu, kerikil, dan pasirnya. Setiap hari ribuan kubik material dari perut bumi itu diangkut oleh ribuan truk ke berbagai daerah di pulau Jawa. Bahkan informasi valid menyebut dikirim ke luar pulau Jawa.

Merapi adalah anugerah alam untuk mahluk-mahluk-Nya. Merapi adalah harapan dan teladan. Bukan hanya material dan daun-daun hijaunya. Justru penduduk setia berdiam di sekitarnya adalah teladan dan harapan yang sesungguhnya.

Pondok Pesantren Raudhotul Falaah, Sumbung, Magelang. Lembaga pendidikan salafiyah dan modern. Mengajarkan kitab-kitab klasik dan ilmu-ilmu modern. Berdiri di kompleks pondok tersebut sekolah MTs dan SMK/SMA Maarif. Sebuah bangunan masjid yang megah menyatukan dan merawat nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan di Lereng Merapi.

Kiai Baha’uddin Syah, akrab di panggil Gus Din, adalah kiai pengasuhnya. Muda, cerdas, familiar, dan terbuka. Siapapun orang `sowan` (bersilaturrahim) diterima dengan cara sama: duduk lesehan, minuman teh manis, dan makanan kecil (klethik’an) di toples.

Ba’da ashar kami silaturrahim ke Gus Din. Beliau duduk bersila saat menerima kami di ruang tamu kediaman beliau. Ngobrol `ngalor-ngidul` tentang peristiwa terkini yang sedang berkembang di masyarakat. Hal menarik yang saya rasakan adalah bukan bercerita tentang marak hoax di sosmed, yang biasanya sering disinggung kebanyakan orang.

Gus Din berkisah tentang dua kewirausahaan “kecil-kecilan” yang sedang ditekuninya. Keteladanan berbisnis “remeh-temeh” dari seorang kiai adalah pendidikan kemandirian yang sesungguhnya, keunikan sosok kiai muda Lereng Merapi.

Pertama, bisnis jual beli motor seken via online. Gus Din bercerita tentang aktivitas keseharian bisnis motor seken online sekaligus melayani jasa perpanjangan pajak dan mutasi motor dan mobil antar kota, khususnya wilayah Jawa Tengah.

Di halaman kediaman terlihat beberapa motor ditutupi terpal. Semula saya mengira motor-motor itu milik para santri yang sedang diparkir, ternyata motor-motor dagangan beliau.  Melihat secara langsung seorang kiai berbahagia dengan berdagang kecil-kecilan adalah teladan bagi santri-santrinya, bagi masyarakatnya.

“Itu motor dagangan, Mas. Saya juga melayani pajak motor dan mobil antar kota,” tuturnya.

`Gerakan Koin Ijo Lereng Merapi`

Kedua, Gus Din bersama MWC NU Srumbung sedang merintis donasi `Koin Ijo Lereng Merapi`. Dilatarbelakangi oleh keinginan sosial para aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Srumbung akan hadirnya mobil ambulance. Gus Din bersama enam aktivis lainnya berinisiatif mengadakan kotak kayu bercat hijau ukuran 9x9x9 CM disebar ke seluruh penduduk yang berminat berpartisipasi.

Satu kotak untuk satu kepala keluarga (KK) yang akan ditarik setiap bulan sekali. Gerakan ini dimulai pada Januari 2019 ini dan pada Februari bulan ini pertama melakukan penarikan terkumpul dana sosial lebih dari 25 juta rupiah (saat kami wawancara penarikan belum selesai).

Menurut Gus Din, gerakan ini membutuhkan energi istiqamah yang besar dari beberapa orang untuk mengawalnya. Sebab cita-cita yang diinginkan dari Gerakan Koin Ijo bukan semata untuk pengadaan mobil ambulance. Lebih dari itu, menurut Gus Din, adalah demi terciptanya kemandirian organisasi NU, bea siswa pendidikan santri, santunan anak yatim, dan bedah rumah bagi warga tidak mampu.

“Kami patungan untuk bikin kotak. Beaya pengadaan kotak ijo saja lebih 40 juta rupiah. Sampai detik ini sudah tersebar 5.463 kotak,” tuturnya. Kata Gus Din, ada lebih dari 2.000 KK di Srumbung yang ingin berpartispasi namun belum kebagian kotak ijo. Masih banyak warga nahdliyin ingin berinfaq koin secara istiqamah Rp500,- (lima ratus rupiah) per hari. 

Gus Din menghitung secara kasaran bahwa gerakan ini setidaknya akan mampu mengumpulkan dana sosial sebesar 50 juta rupiah per bulan. Estimasinya, dari semua kotak tersebar hanya 5.000 kotak yang terisi koin donasi per kotak minimal terisi Rp10.000,-.

Faktanya tidak semua kotak terisi. Yang berisi ya ada yang 50rb, 5rb, 25rb, 10rb, dan 100rb. Sehingga dengan gerakan koin ijo ini mengadakan dana 50 juta rupiah perbulan untuk organisasi NU adalah hal yang kongkrit dan masuk akal.

Gus Din adalah nasehat abadi tak lekang zaman dari 4 kata yg tertera di dinding madrasah: santun, cerdas, tampil, berkarakter. Dari Lereng Merapi kita belajar mandiri. Berkah dan bahagia selalu, Gus Din. Terima kasih, semoga berkah. #Silaturrahim #Bismillah #AllahummaDadi

Minggu, 03 Februari 2019

Muter seser

Ibu : "Bapakmu kok durung kondur yo Lee......? "

Ibune : "Lee, Tulung telponen Bapakmu.jajal takono bapak arep kondur kapan / jam piro? Nganggo hpne ibu sing cedake tv kae...!!!"

Anak : "Inggih bu..."

Ibu : "Uwis opo durung Lee.... koq meneng wae...?"

Anak : "Sampun bu,,tapi ingkang nyauri tiyang  wedok...."

Ibune : "Haaa...opoooo..??! Piyeee wong wedhok sing nyauriii!!! Asem tenan , kurang ajar...Setan.. gendruwo, kuntilanak . Woooh Titenono !!!
Pantesan akhir akhir iki bapakmu seneng dandan lan wangi terus... !!!
Ngomong apa wedokan iku mauu  Le... ?!?!"

Anak : "Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini"

Oalaaah cah pinter tenannnn tiwas kobong ibumuu leeee 😭😭😭😭

STOP negative thinking  ya Mbokne...

Pakne kerjo tenan kiih demi masa depan 😎

Saliim...

Benere dewe

🌺🌺🌺#- mburu bener. -#🌺🌺🌺

Dek biyen ana pawongan desa sing cukup sugih kanggone masyarakat desa. jenenge pak Kliwon.

dheweke duwe anak loro sing banget ditresnani jeneng Suta karo adine Naya.
mung eman bocah loro mau sipate kaya bumi karo langit.
Si Suta prilakune kasar seneng mburu menang lan benere dewe, uga gampang muring lan nyalah ake marang liyan.

dene si Naya watake sabar pasrah marang Adile Allah SWT.
mula ora mokal akeh kang pada tresna mara Naya...
kanggo nggladhi kerukunan lan pegawean Pak Kliwon menehi tugas marang anake gentenan makani lan ngopeni sapi...

nganti ing sawijining dina wektune Naya ngopeni Sapine klebu menehi ngombe.
nalika bubar makani lan ngombeni nganggo Timba....
sakwise rampung timba mau diseleh sacedhake kono, bareng karo kuwi si Suta sing arep adus neng jamban nyandhung Timba nganti kelaran.
    :"  Ya kowe kok ngawur nyeleh timba neng kono , nek ngono kuwi nyandhungi uwong kaya ngene ki piye...?
kandhane Suta karo nesu... 😡😡😡😡
    :" ya pangapura ne kang...
    :" pangapura ndasmu kuwi....
wangsulane suta karo ngempet lara.
Dina sesuke genti tugase Suta ngopeni Sapi lan reresik kandhange.
kanthi ora sengaja uga nyeleh timba ana ing tengah dalan, nganti nalika Naya kesusu arep njupuk pacul kesandhung lan kelaran..
weruh adhine kelaran ora mitulungi malah diseneni
       :" Mripat melek ana timba sak mono ora ketok, ya rasakna nek kelaran.

#- Mengkono mau mung gambaran yen golek salahe liyan luwih gampang...
apa maneh yen wis mbiji wong liya kabeh ora ana benere kejaba dheweke...

#- Aja dumeh menang tuwa menang gedhe.
kaya unen-unen :" Asu gedhe menang kerahe.
#- Yen kita gelem nliti lagi Dhahar wae terkadhang uga kecer....

#- Golek lupute wong liya pancen luwih gampang. tinimbang metani salahe dewe.

#- Tegese kita uga sering banget nglakoni salah senajan ora sengaja....
mula aja nggegampang nyalahake liyan yen ora ngerti dhodhok selehe sing nglakoni.
utawa kahanane wong sing disalahake.
Bener kanggone dewe durung mesthi bener tumrap wong liya.

mekaten ulasan sekedhik mugi piguna. ..

Gus Dur Mengkritik

CARA GUS DUR MENGRITIK DAN MENJAWAB KRITIK SAMBIL MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI

MOJOK.CO – Tertawa bikin jarak penguasa dengan rakyat lenyap. Gus Dur pernah membuktikannya saat mengritik sebagai rakyat dan menjawab kritik sebagai Presiden.

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jauh sebelum menjadi Presiden adalah aktivis yang rajin dan kreatif membuat humor untuk menyindir penguasa. Sebagian besar lelucon itu terlihat jelas merupakan adaptasi dari lelucon serupa dari mancanegara terutama dari Eropa Timur.

Hal ini bisa dipahami, karena pada saat santri-santri NU biasanya masih tenggelam dengan tafsir, hadis, dan belajar kitab-kitab kuning lainnya, Gus Dur sudah membaca Das Kapital-nya Karl Marx, What is to be Done-nya Lenin, dan Prison Notebook-nya Gramsci.

Ketika santri-santri lain kebanyakan hanya mengenal rebana dan kasidahan, Gus Dur sudah khusyuk dalam kemerduan suara Ummi Kultsum dan kemegahan karya Bethoven dan Bach, serta entakan Janis Joplin lewat lagunya Summertime dan Me and Bobby MeGee.

Bahkan, bisa dibilang di antara presiden-presiden Indonesia yang memiliki banyak gelar doktor Honoris Causa, tampaknya hanya Gus Dur yang layak mendapat gelar doktor Humoris Causa.

Sebab, Gus Dur memang identik dengan humor. Hakikat pemikiran Gus Dur adalah humor. Karena itu, Gus Dur dan humor bagai dua sisi mata uang. Memisahkan Gus Dur dari lelucon ibarat mencoba memisahkan rasa manis dari gula atau memisahkan rasa asin dari garam.

Gus Dur piawai menciptakan, mengadaptasi, mengumpulkan, dan menyampaikan humor. Tak heran, putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid, suatu saat mengatakan, “Gus Dur itu sesungguhnya adalah komedian yang punya profesi sampingan sebagai presiden, kiai, budayawan, dan penggerak sosial.”

Jauh sebelum stand up comedy menjadi tren sekarang ini, Gus Dur telah memulai dengan ceramah-ceramah sampai pidato-pidato saat menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Dalam salah satu teori humor—humor politik lebih spesifiknya, ketika semakin tertindas suatu masyarakat, maka akan semakin kreatif pula mereka mencipta humor untuk meledek penguasa, sebab mereka tahu pasti: mengritik secara terbuka adalah bunuh diri. Hal yang—tentu saja—kerap dilakukan oleh putra dari KH. Wahid Hasyim satu ini.

Satu sindiran halus pernah disampaikan Gus Dur kepada Penguasa Orde Baru. “Kalau anak orang kaya ulang tahun atau menikah dibelikan TV. Kalau anak penguasa ulang tahun atau menikah dibelikan stasiun TV,” ujarnya.

Tentu publik mengetahui setelah TVRI, menyusul TV swasta RCTI dan TPI yang dimiliki keluarga Presiden Soeharto saat itu.

Baca juga:  Tak Usah Marah Lihat Sandiaga Uno Langkahi Makam Kiai karena Nggak Tahu
Usai Reformasi 1998, bermunculan banyak partai—termasuk partai dari kalangan warga Nahdliyin. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan satu dari sekian partai yang mengasosiasikan diri sebagai partainya NU.

Namun dengan cerdas Gus Dur mengatakan, “NU itu seperti induk ayam. Dari pantatnya keluar telur dan juga tai. Nah, PKB adalah telur yang lain tai ayamnya….”

Bagi beberapa orang kegemaran Gus Dur melontarkan lelucon saat menjabat Presiden justru dianggap sebagai kelemahan ketimbang kekuatan. Sementara itu pula banyak yang melihat justru kegemaran berhumor itu merupakan kekuatan daripada kelemahannya.

Orang yang punya kemampuan seperti itu biasanya juga bukan pelawak. Dia hanya berkata secara rileks, apa adanya, dan ketika orang lain terbahak-bahak, dia sendiri tak ikut ketawa. Gus Dur jelas termasuk jenis itu tetapi ada sedikit beda: ada kalanya beliau suka ikut ketawa lalu muncul humor-humor berikutnya.

Jaya Suprana pernah menulis dalam kata pengantar buku Humor Politik bahwa humor biasanya tumbuh di suasana yang kontradiktif dan munafik, di mana realitas tidak sesuai bahkan bertolak belakang dengan apa yang diidamkan. Maka tak heran apabila salah satu masalah yang sering menjadi bulan-bulanan humor adalah politik.

Sebab, politik menciptakan konstelasi herarkis di stuktur kehidupan manusia, di mana ada kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Kesenjangan kekuasaan itu, secara langsung atau tidak, dalam kadar tertentu, sering menimbulkan tegangan dan tekanan, terutama pada pihak yang dikuasai.

Humor merupakan salah satu cara untuk membebaskan diri dari beban tekanan tersebut. Dengan humor seolah jenjang beda kekuasaan lenyap. Tertawa memang merupakan sarana demokratisasi yang paling ampuh.

Pada kenyataanya, humor politik lebih menggebu di suasana diktatoris ketimbang suasana demokratis. Karena itu tidak heran bahwa George Orwell sampai memperingatkan:

“Hati-hati terhadap lelucon politik. Di dalam setiap lelucon politik selalu terselip sebuah revolusi kecil!”

Lelucon juga dapat berfungsi sebagai kritik terhadap keadaan tidak menyenangkan di tempat sendiri. Protes terhadap penyalahgunaan wewenang oleh tokoh-tokoh yang berkuasa sering sekali dituangkan dalam bentuk lelucon.

Selain itu, terkadang lelucon berfungsi sebagai pelepas kejengkelan orang banyak kepada penguasa yang dianggap sudah bertindak terlalu jauh membohongi dan menyakiti hati rakyat.

Di sisi lain, menurut Gus Dur, lelucon yang bagus harus memiliki unsur-unsur “humor yang mengena”. Unsur surprise atau kejutan pada akhir cerita musti ada. Juga ada sindiran halus, yang mengajukan kritik atas hal-hal yang salah dalam kehidupan, tetapi tanpa rasa kemarahan atau kepahitan hati. Tak lupa unsur rasionalitas dalam cerita dan unsur kearifan dalam penyelesaian atau semacam solusi.

Baca juga:  Abu Bakar Baasyir dan 7 “Orang Gila” Jombang versi Gus Dur
Lelucon di sini kemudian diwujudkan sebagai bungkus dari protes terselubung. Meski kadang kurang efesien dalam menyampaikan ide utamanya, minimal sebuah lelucon bisa menyatukan bahasa rakyat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dikeluhkan dan diresahkan bersama-sama.

Seperti lelucon Gus Dur di bawah ini. Pada saat kampanye pemilu era Orde Baru seorang pejabat berpidato di depan ribuan massa.

“Saudara-saudara siapa yang membangun jalan dan jembatan?” tanya pejabat itu.

“Golkaaar,” jawab massa.

“Siapa yang membangun sekolah dan pasar?” tanya pejabat lagi.

“Golkaaar,” jawaban massa menggema.

“Begitu kok dibilang korupsi. Siapa yang korupsi?” gerutu pejabat itu lirih.

Lagi-lagi massa menjawab, “Golkaaaar.”

Mengutip Gus Dur pada kata pengantar buku Mati Ketawa Cara Rusia, rasa humor dari sebuah masyarakat mencerminkan daya tahannya yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan.

Namun, dalam komedi yang baik kemampuan untuk menertawakan diri sendiri justru menjadi petunjuk adanya keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain. Sebab melibatkan diri sendiri sebagai bagian dari yang dikritik merupakan teknik komedi politik yang paripurna.

Kepahitan akibat kesengsaraan, diimbangi oleh pengetahuan nyata akan keharusan menerima kesengsaraan tanpa patahnya semangat untuk hidup. Dengan demikian humor adalah sublimasi dari kearifan sebuah masyarakat.

Seperti contoh kisah Gus Mus, Amang Rahman, dan Zamawi Imron yang suatu kali mengadakan pameran lukisan. Mereka mengundang Gus Dur membuka pameran lukisan.

Dalam sambutannya, Gus Dur berkata, “Sudah tahu orang tidak bisa melihat, kok disuruh membuka pameran lukisan….”

Humor lain yang menertawakan diri sendiri seperti pernah diceritakan Gus Dur berikut ini.

“Pak Harto dulu presiden new order. Pak Habibie, presiden in order, boleh juga out of order. Dan Gus Dur sendiri?”

“Saya presiden no order,” katanya.

Atau yang satu ini. Saat banyak tuntutan mundur sebagai Presiden, dengan enteng Gus Dur menjawab:

“Sampeyan ini bagaimana, wong saya ini maju saja susah, harus dituntun, kok disuruh mundur.”