Indonesia dalam pemerintahan sebuah negara tidak terlepas dari peran sipil dan militer. Keduanya saling kerjasama khususnya dalam mewujudkan cita-cita nasional. Berlatar belakang sejarah dan perkembangan bangsa dan negara, dalam masa kemerdekaan Indonesia warga sipil terlibat aktif melakukan perlawanan senjata. Begitupun pada masa setelah kemerdekaan warga militer ikut andil besar dalam membangun di berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara ini. Namun dalam perkembangannya seiring perjalanan waktu sering terjadi pasang-surut hubungan antar keduanya.
Sebagai negara yang menganut faham demokrasi. Dalam organisasi pemerintahan negara banyak pejabat yang berasal dari berbagai macam latar belakang, baik itu berasal dari; politisi, akademisi, buruh pabrik, nelayan, pegawai negeri, militer, dan lain-lain. Meskipun bermacam-macam profesi namun tujuan utama bangsa Indonesia harus tetap diutamakan.Tujuan utamanya adalah cita-cita nasional yang termuat pada pembukaan UUD 1945, alinea keempat ‘‘’….Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadidan keadilan sosial…. ‘’. Sipil dan militer bertugas menyelenggarakan itu secara bersama-sama.
Sipil dan militer dalam sejarah ketatanegaraan pernah memimpin negara Indonesia dalam mewujudkan demokrasi. Menurut Budiarjo (2010:127-128) terdapat empat pembagian periode kekuasaan di Indonesia, yaitu; era demokrasi konstitusional, demokrasi terpimpin (orde lama), orde baru, dan reformasi. Pada beberapa periode tersebut terdapat dinamika antara keduanya dalam pemerintahan, baik itu di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Adakalanya penguatan sipil terlalu kuat pengaruhnya pada politik nasioanal maupun sebaliknya.
Kedudukan politik sipil dan militer dalam pemerintahan Indonesia. Memiliki beberapa pokok bahasan. Sejak era demokrasi terpimpin, orde baru samapai orde reformasi antara sipil dan militer saling bergantungan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia era orde lama yang memainkan peran sebagai pucuk pemimpin eksekutif adalah orang sipil, dalam hal ini presiden Soekarno. Selama pemerintahan beliau kekuatan militer ditujukan dalam pertahanan menjaga kemerdekaan. Sedangkan pada masa kepemimpinan RI orde baru kekuatan politik negeri ini dibawah kekuasaan militer. Presiden Soeharto selama menjabat 32 tahun, banyak terjadi perubahan dalam struktur pemerintahan negara Indonesia. Dalam pemerintahan Orba pemusatan kekuasaan kepada militeristik. Saat itu terdapat dwifungsi ABRI/TNI yang mana angkatan darat menerapkan militer masuk dalam kegiatan politik. Adapun hasil dari diterapkannya Dwifungsi tersebut adalah diberbagai daerah banyak jabatan politik dijabat oleh orang-orang militer. Selain itu terdapat dua kekuasaan di Indonesia terdapat hubungan erat antara pemerintah sipil dan militer.
Sumber: Said dalam Nugraha, 2010:2.
Pada era reformasi ABRI mengalami berbagai peristiwa penting terkait TNI. Pertama pemisahan antara tentara nasioanal Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), TNI bertugas menjaga urusan pertahanan sedangkan POLRI menjaga keamanan wilayah Indonesia. Kedua terdapat penghapusan dokstrin dwifungsi ABRI. Dikarenakan berbagai tuntutan reformasi dalam rangka demokratisasi dalam tubuh TNI untuk mengembalikan tugas pokok dan fungsi TNI pada jalannya.
Menuntut rapat besar TNI pada tanggal 5 Oktober 1998, dalam Maliki (2000:222) disepakati berbagai ketentuan sebagai berikut: 1. ABRI akan berusaha berusaha mengubah posisi dan metode tidak harus didepan. 2. ABRI akan mengubah konsep dari menduduki menjadi mempengaruhi. 3. ABRI akan mengubah cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung, dan 4. ABRI bersedia melakukan Role Sharing kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan pemerintahan dengan komponen bangsa lainnya. Ketetapan tersebut sampai kini tetap berlaku, dengan hal demikian segala praktek dari dokstrin yang digagas oleh Abdul Haris Nasution tersebut dihapuskan, dengan hal ini maka tidak ada orang-orang militer yang membantu dalam ranah politik. Misalnya saat pemilu presiden maupun pilkada tidak ada yang masuk dalam bursa calon. Walaupun ada dia ikut bursa calon, maka jabatan militernya dilepaskan, Seperti Wiranto, Prabowo, SBY, dll.
Panggung perpolitikkan sipil dan militer pada masa demokrasi terpimpin sampai reformasi saat ini menarik sekali dikaji lebih mendalam. Terdapat tarik ulur antara keduanya dalam kepemimpinan negeri ini. Pada era demokrasi terpimpin, era reformasi masa Gus Dur, Megawati, dimana pemimpin negara berasal dari sipil umumnya umur kepemimpinannya tidak terlalu panjang. Berbeda dengan kepemimpinan yang berasal dari orang militer seperti yang pernah terjadi yaitu masa orde baru (Soeharto) dan masa reformasi 2004-20014 masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mengingat ini masa reformasi, pemerintahan presiden jokowi yang memiliki beground sipil. Penulis tidak bermaksud menebak-nebak, jangan sampai terjadi loose Control pemerintahan sipil dalam membuat berbagai kebijakan yang akan berdampak buruk dalam kehidupan bernegara. Dalam (Yulianto,2005:3) ….Jika sipil tidak beres dalam memimpin pemerintahan akan digantikan oleh militer….
Berbagai kontribusi yang telah diberikan oleh sipi dan militer dalam membangun stabilitas politik negeri ini. Dalam masa perang dan damai telah memberikan kontribusinya dalam penyelenggaraan negara. Pengabdian sipil dan militer terhadap bangsa bersama-sama memberikan kontribusi yang sangat berarti dan saling mengisi. Lembaga-lembaga sipil mempunyai cakupan luas, baik informal, formal maupun non formal. Kontribusi tersebut diberbagai bidang: politik, ekonomi, sosial-budaya maupun pertahanan keamanan. Dalam bidang hankam melalui pemerintahan sipil, yang berkenaan dengan militer orang sipil dapat: mendukung dan memajukan organisasi kemiliteran, menyusun anggaran militer, berkenaan dengan gaji militer, pengadaan alat baru, promosi pangkat dan jabatan.
Begitu pun kontribusi Militer dalam menjaga pertahanan Indonesia yang di tuangkan dalam UU No 34 Tahun 2004. Selama kurun waktu tiga puluh dua tahun Indonesia dipimpin oleh orde baru, dan akhirnya, era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 merupakan titik balik bagi stabilitas politik Indonesia.Berbagai permasalahan sosial politik menjadi terbuka dan berpeluang untuk diperbaiki, diubah dan diperbaharui dalam rangka memulihkan stabilitas nasional. Salah satu persoalan tersebut adalah adalah sinergitas sipil dan militer.
Perkembangan sinergitas antar keduanya sampai sekarang masih dalam proses pembenahan. Khususnya antara TNI dan POLRI sekarang sesuai dengan peraturan perundang-undangan setelah reformasi tugas antara keduanya berbeda. TNI bertugas menjaga pertahanan negara dan POLRI bertugas dalam menjaga keamanan. Sipil dan militer melakukan pembenahan diberbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, hankam. Keduanya saling kerjasama dan melengkapi dalam memajukan visi-misi Indonesia kedepan.
Terkait hubungan tersebut pastinya terdapat tantangan yang dihadapi oleh sipil-militer saat ini dan yang mendatang dalam bingkai Indonesia yang berdaulat mencakup banyak hal. Keduanya harus sama dalam: transparansi, konvergensi sistem nilai umum yang berlaku, serta keunggulan nasional demi tercapainya daya saing dan kemampuan bangsa terlibat dalam percaturan dan persaingan antarbangsa, Lemhanas (1999:42).
Segala permasalahan dan tantangan kedepan yang saat ini ada, terbagi menjadi dua aspek yaitu; dari dalam negeri dan dari luar negeri. Adapun dari dalam negeri, disintegrasi bangsa, stabilitas politik nasional. Kemudian aspek luar negeri berupa: keamanan batas wilayah negara, Tenaga kerja Indonesia, hubungan dengan forum Internasional, dan eksport-import, yang semua itu harus dapat dijalankan dengan baik.
Sinergitas dalam mencapai tujuan nasional antara sipil dan militer merupakan suatu keharusan. Mengingat kedaulatan dalam bidang politik baik berdaulat kedalam maupun keluar sangat diperlukan dalam era demokrasi. Sesuai salah satu butir Trisakti ‘’….berdaulat dibidang politik….’’, demi terwujudnya kedaulatan politik Indonesia dan sesuai juga dengan visi-misi yang terkandung dalam pembukaan Ground Staat Norm (Undang-undang dasar 1945).
Daftar Rujukan
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lemhanas. 1999. Hubungan Sipil-Militer. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Maliki, Zainudin. 2000. Borokrasi Militer dan Partai Politik dalam Negara Transisi. Jogjakarta: Galang Press.
Ary N. 2010. Pergeseran Militer Politik ke Militer Profesional; Studi Tentang Keberadaan Komando Teritorial Era Reformasi. Makalah. Sumber: Online, (http://PergeseranMiliterPolitik...). Diakses 19 Januari 2015.
Yulianto, Dwi, Pratomo. 2005. Militer dan Kekuasaan. Jogjakarta:Narasi Jogjakarta.
UUD 1945.
Sipil dan militer dalam sejarah ketatanegaraan pernah memimpin negara Indonesia dalam mewujudkan demokrasi. Menurut Budiarjo (2010:127-128) terdapat empat pembagian periode kekuasaan di Indonesia, yaitu; era demokrasi konstitusional, demokrasi terpimpin (orde lama), orde baru, dan reformasi. Pada beberapa periode tersebut terdapat dinamika antara keduanya dalam pemerintahan, baik itu di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Adakalanya penguatan sipil terlalu kuat pengaruhnya pada politik nasioanal maupun sebaliknya.
Kedudukan politik sipil dan militer dalam pemerintahan Indonesia. Memiliki beberapa pokok bahasan. Sejak era demokrasi terpimpin, orde baru samapai orde reformasi antara sipil dan militer saling bergantungan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia era orde lama yang memainkan peran sebagai pucuk pemimpin eksekutif adalah orang sipil, dalam hal ini presiden Soekarno. Selama pemerintahan beliau kekuatan militer ditujukan dalam pertahanan menjaga kemerdekaan. Sedangkan pada masa kepemimpinan RI orde baru kekuatan politik negeri ini dibawah kekuasaan militer. Presiden Soeharto selama menjabat 32 tahun, banyak terjadi perubahan dalam struktur pemerintahan negara Indonesia. Dalam pemerintahan Orba pemusatan kekuasaan kepada militeristik. Saat itu terdapat dwifungsi ABRI/TNI yang mana angkatan darat menerapkan militer masuk dalam kegiatan politik. Adapun hasil dari diterapkannya Dwifungsi tersebut adalah diberbagai daerah banyak jabatan politik dijabat oleh orang-orang militer. Selain itu terdapat dua kekuasaan di Indonesia terdapat hubungan erat antara pemerintah sipil dan militer.
Sumber: Said dalam Nugraha, 2010:2.
Pada era reformasi ABRI mengalami berbagai peristiwa penting terkait TNI. Pertama pemisahan antara tentara nasioanal Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), TNI bertugas menjaga urusan pertahanan sedangkan POLRI menjaga keamanan wilayah Indonesia. Kedua terdapat penghapusan dokstrin dwifungsi ABRI. Dikarenakan berbagai tuntutan reformasi dalam rangka demokratisasi dalam tubuh TNI untuk mengembalikan tugas pokok dan fungsi TNI pada jalannya.
Menuntut rapat besar TNI pada tanggal 5 Oktober 1998, dalam Maliki (2000:222) disepakati berbagai ketentuan sebagai berikut: 1. ABRI akan berusaha berusaha mengubah posisi dan metode tidak harus didepan. 2. ABRI akan mengubah konsep dari menduduki menjadi mempengaruhi. 3. ABRI akan mengubah cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung, dan 4. ABRI bersedia melakukan Role Sharing kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan pemerintahan dengan komponen bangsa lainnya. Ketetapan tersebut sampai kini tetap berlaku, dengan hal demikian segala praktek dari dokstrin yang digagas oleh Abdul Haris Nasution tersebut dihapuskan, dengan hal ini maka tidak ada orang-orang militer yang membantu dalam ranah politik. Misalnya saat pemilu presiden maupun pilkada tidak ada yang masuk dalam bursa calon. Walaupun ada dia ikut bursa calon, maka jabatan militernya dilepaskan, Seperti Wiranto, Prabowo, SBY, dll.
Panggung perpolitikkan sipil dan militer pada masa demokrasi terpimpin sampai reformasi saat ini menarik sekali dikaji lebih mendalam. Terdapat tarik ulur antara keduanya dalam kepemimpinan negeri ini. Pada era demokrasi terpimpin, era reformasi masa Gus Dur, Megawati, dimana pemimpin negara berasal dari sipil umumnya umur kepemimpinannya tidak terlalu panjang. Berbeda dengan kepemimpinan yang berasal dari orang militer seperti yang pernah terjadi yaitu masa orde baru (Soeharto) dan masa reformasi 2004-20014 masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mengingat ini masa reformasi, pemerintahan presiden jokowi yang memiliki beground sipil. Penulis tidak bermaksud menebak-nebak, jangan sampai terjadi loose Control pemerintahan sipil dalam membuat berbagai kebijakan yang akan berdampak buruk dalam kehidupan bernegara. Dalam (Yulianto,2005:3) ….Jika sipil tidak beres dalam memimpin pemerintahan akan digantikan oleh militer….
Berbagai kontribusi yang telah diberikan oleh sipi dan militer dalam membangun stabilitas politik negeri ini. Dalam masa perang dan damai telah memberikan kontribusinya dalam penyelenggaraan negara. Pengabdian sipil dan militer terhadap bangsa bersama-sama memberikan kontribusi yang sangat berarti dan saling mengisi. Lembaga-lembaga sipil mempunyai cakupan luas, baik informal, formal maupun non formal. Kontribusi tersebut diberbagai bidang: politik, ekonomi, sosial-budaya maupun pertahanan keamanan. Dalam bidang hankam melalui pemerintahan sipil, yang berkenaan dengan militer orang sipil dapat: mendukung dan memajukan organisasi kemiliteran, menyusun anggaran militer, berkenaan dengan gaji militer, pengadaan alat baru, promosi pangkat dan jabatan.
Begitu pun kontribusi Militer dalam menjaga pertahanan Indonesia yang di tuangkan dalam UU No 34 Tahun 2004. Selama kurun waktu tiga puluh dua tahun Indonesia dipimpin oleh orde baru, dan akhirnya, era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 merupakan titik balik bagi stabilitas politik Indonesia.Berbagai permasalahan sosial politik menjadi terbuka dan berpeluang untuk diperbaiki, diubah dan diperbaharui dalam rangka memulihkan stabilitas nasional. Salah satu persoalan tersebut adalah adalah sinergitas sipil dan militer.
Perkembangan sinergitas antar keduanya sampai sekarang masih dalam proses pembenahan. Khususnya antara TNI dan POLRI sekarang sesuai dengan peraturan perundang-undangan setelah reformasi tugas antara keduanya berbeda. TNI bertugas menjaga pertahanan negara dan POLRI bertugas dalam menjaga keamanan. Sipil dan militer melakukan pembenahan diberbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, hankam. Keduanya saling kerjasama dan melengkapi dalam memajukan visi-misi Indonesia kedepan.
Terkait hubungan tersebut pastinya terdapat tantangan yang dihadapi oleh sipil-militer saat ini dan yang mendatang dalam bingkai Indonesia yang berdaulat mencakup banyak hal. Keduanya harus sama dalam: transparansi, konvergensi sistem nilai umum yang berlaku, serta keunggulan nasional demi tercapainya daya saing dan kemampuan bangsa terlibat dalam percaturan dan persaingan antarbangsa, Lemhanas (1999:42).
Segala permasalahan dan tantangan kedepan yang saat ini ada, terbagi menjadi dua aspek yaitu; dari dalam negeri dan dari luar negeri. Adapun dari dalam negeri, disintegrasi bangsa, stabilitas politik nasional. Kemudian aspek luar negeri berupa: keamanan batas wilayah negara, Tenaga kerja Indonesia, hubungan dengan forum Internasional, dan eksport-import, yang semua itu harus dapat dijalankan dengan baik.
Sinergitas dalam mencapai tujuan nasional antara sipil dan militer merupakan suatu keharusan. Mengingat kedaulatan dalam bidang politik baik berdaulat kedalam maupun keluar sangat diperlukan dalam era demokrasi. Sesuai salah satu butir Trisakti ‘’….berdaulat dibidang politik….’’, demi terwujudnya kedaulatan politik Indonesia dan sesuai juga dengan visi-misi yang terkandung dalam pembukaan Ground Staat Norm (Undang-undang dasar 1945).
Daftar Rujukan
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lemhanas. 1999. Hubungan Sipil-Militer. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Maliki, Zainudin. 2000. Borokrasi Militer dan Partai Politik dalam Negara Transisi. Jogjakarta: Galang Press.
Ary N. 2010. Pergeseran Militer Politik ke Militer Profesional; Studi Tentang Keberadaan Komando Teritorial Era Reformasi. Makalah. Sumber: Online, (http://PergeseranMiliterPolitik...). Diakses 19 Januari 2015.
Yulianto, Dwi, Pratomo. 2005. Militer dan Kekuasaan. Jogjakarta:Narasi Jogjakarta.
UUD 1945.