Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *


Jumat, 21 Juni 2019

FORTUNER MANTAN vs PAJERO SUAMI

FORTUNER MANTAN vs PAJERO SUAMI

Aku selalu bahagia saat lebaran tiba, bukan karena baju baru tapi lebih karena reuni SMA. Berkumpul bersama teman SMA membuatku merasa kembali muda.

Tahun ini reuni diadakan di sebuah rumah makan di pinggir jalan besar. Tempatnya cukup luas, sejuk dan ada playgroundnya. Aku datang membawa dua anak kembarku, Sony dan Siemens.

Sementara anak-anak bermain di playground, aku sibuk berhaha hihi dengan teman sebangkuku dulu, Polly Tron.

"Waaah si Eric dateng tuh", seru salah seorang kawan.

Kami takjub memandang mobil Fortuner warna putih masuk ke parkiran. Ericson, pemilik mobil itu adalah kawan sekelas sekaligus mantan kekasihku dulu. Usahanya di bidang IT dan terbilang sukses di usianya yang baru tiga puluh tahun.

Eric melangkah dengan gagah sambil menggamit lengan istrinya, Miyako. Istrinya memakai setelan gamis dan jilbab syari senada, kacamata hitam nangkring di atas kepalanya, tas merk LV, sepatu Nike, total outfitnya kutaksir lebih dari satu juta. Kupandang-pandang mirip dengan Mulan Jameela, serasi sekali dengan Eric.

Aku tentu tak jauh berbeda, memakai outfit sama versi murahnya. Kupandang-pandang di cermin, kuyakini orang akan sulit membedakan aku dengan Dini Aminarti.

"Sendirian aja Ki?", sapa Eric yang tiba-tiba sudah duduk di depanku.

Polly sadar diri, "aku ke toilet ya?"

"Bertiga sama anak-anak.", jawabku.

Eric melihat ke arah anak kembarku.

"Kasian kamu, udah ga kerja, nikah sama duda tua, disuruh ngurus anaknya pula. Coba dulu kamu sama aku." katanya.

"Lah, kan kamu yang mutusin aku?" jawabku kaget.

"Kenapa kamu ga pertahanin aku?" protesnya.

"Buat apa aku maksa-maksa? Kamu pergi pas aku lagi sukses-suksesnya. Ga butuh laki-laki kayak kamu." jawabku santai.

Dia tertawa menghina, khas orang kaya baru.

"Nyatanya sekarang kamu tinggal di kampung. Laki-laki yang jadi suamimu pun cuma sopir truk. Itu sukses? Iyaa sukses langsung punya anak dua. Ande ande orong orong, ora melu nggawe melu momong." katanya sinis.

Aku tetap tenang sambil memperbaiki kerudungku.

"Menyesal kamu Kia, aku sekarang sudah sukses. Aku punya rumah sendiri, mobilku fortuner terbaru dan termahal, istriku sudah pasti cantik." Katanya emosi.

Aku melirik ke arah istrinya, yang duduk manis seorang diri. Sesekali mencuri pandang ke arah kami. Bola matanya menyorotkan api yang menyala-nyala. Fix, dia terbakar cemburu.

"Aku sudah melewati masa-masa itu, sudah selesai. Sekarang aku mencari ketenangan dan kebahagiaan. Kalau cuma sekedar membanggakan fortuner termahal, suamiku pun punya Pajero terbesar." jawabku tetap tenang.

Sekonyong-konyong Siemens berlari ke arahku.
"Bundaaa, mau pipisss", katanya panik.
"Ayo ke toilet sayang", jawabku sambil menggandengnya ke toilet, meninggalkan Eric dengan emosinya.

"Sebaiknya kamu tau ya mbak, Mas Eric sudah menikah denganku." seorang wanita dengan mata berapi-api sudah berdiri di depan pintu toilet saat aku dan Siemens keluar.

"Iyaa tau lah mba, pernikahan kalian kan terkenal di sini. Wedding of the year katanya, nggak kalah sama Prince Harry Meghan Markle", jawabku memuji.

"Kalau tau begitu jangan genit ya mbak, nggodain suami orang segitunya. Nggak tau malu.", ketusnya.

"Saya ga pernah nggodain suami orang ya mba. Saya sudah menikah, keluarga saya bahagia, saya bahagia, kehidupan kami cukup dan penuh cinta. Alhamdulillah." jawabku serius.

Matanya kini berkaca-kaca, perlahan air mata turun menganak sungai. Eye linernya luntur menghitamkan pipi, bercampur dengan blush on yg entah apa warnanya. Hidung mancung itu pun ikut memerah dan mengeluarkan ingus.

"Sejak awal menikah aku selalu dibandingkan denganmu mbak. Dia bahkan terang-terangan mengatakan padaku kalau masih mencintaimu, aku hanya alat untuk membalas dendam padamu mbak." Dia menangis sesenggukan.

Aku merengkuhnya dalam pelukanku.

"Kamu cantik dan muda mbak, tunjukkan ke dia kalau kamu punya sikap dan punya prinsip. Speak up. Jangan diam saja kalau dia berkata menyakitkan. Katakan pada dia, terimalah apa adanya kalau aku lebih memilih duda tua yang sopir truk daripada dia. Biar dia sadar dan berhenti bermimpi." aku mulai kesal.

"Bunda... itu Bapak.", kata Siemens yang daritadi mondar mandir menungguku.

"Panggilan kepada Ibu Nokia, ditunggu keluarganya di pintu keluar." suara Mas Daikin melalui microphone. Iseng betul.

Kami segera mendekati panggung. Kulihat Mas Daikin siap di atas panggung dengan gitarnya. Dia tersenyum menatapku.

"Saya persembahkan lagu ini untuk Dik Kia, wanita terhebatku.", kata Mas Daikin diikuti riuh suit suit teman-temanku.

Mas Daikin membawakan lagu Bukti dengan versi akustik, suaranya yang merdu membuat siapapun yang mendengar klepek klepek. Air mataku meleleh karena malu sekaligus terharu, kupeluk dua putranya yang masih balita. Di usia yang sudah empat puluh tahun, Mas Daikin tetap suka menunjukkan romantismenya.

Jelang sore kami pun mulai bubar. Aku berjalan sambil menggamit lengan Mas Daikin, masih klepek klepek efek dinyanyikan lagu tadi.

Sony dan Siemens sudah lincah naik ke atas Pajero, Mas Daikin membantuku karena gamisku yang agak ribet.
"Pegangan atas dik", katanya.

Dumptruck Mas Daikin bertuliskan PAJERO di kaca depannya, ALPHARD di samping kanannya dan VELLFIRE di samping kiri. Nama adalah doa kata Mas Daikin. Meski demikian bagian belakang tetap bertuliskan PULANG MALU TAK PULANG RINDU, standar sopir truk katanya sambil tertawa.

Kami melambai ke teman-teman dari atas Pajero. Eric menatap takjub, aku tersenyum sinis sambil mringis. Mau menyaingi? Kutunggu kaca depan Fortunermu bertuliskan "DUMPTRUCK".

--TAMAT--

0 komentar:

Posting Komentar