*#*ULAMA Dan ROKOK#**** Syeikh Ahmad Khatib al-minangkabawi, ulama asal Minangkabau yang hampir selama hidupnya tinggal di Makkah dan meninggal di sana, menjelaskan bahwa merokok hukumnya haram, karena dampak negatifnya yaitu merusak kesehatan pemakainya. Dalam fatwanya, beliau juga memaparkan pendapat ulama lain tentang rokok, yaitu:
1. Haram, bagi orang yang baginya merokok dapat merusakkannya.
2. Perlu (wajib), bagi orang yang jika tidak merokok justru membuat mudhorot.
3. Makruh, bagi orang yang belum terbiasa.
4. Sunnah, bagi orang yang bila merokok mendatangkan manfaat.
5. Halal, bagi orang yang sudah terbiasa merokok tidak mendatangkan kerusakan dan tidak hendak menghentikan nikmatnya.
Abdul Ghani An-Nabilisiy berpendapat sama dengan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Ia malah menghalalkan tembakau dan membantah dalil yang mengharamkan tembakau.
Dr. Ahmad Asy-Syurbasyi, ulama masa kini, menjawab pertanyaan tentang halal haramnya tembakau menurut agama Islam. Ia menjelaskan dalam bukunya: Yas’alũnaka fid Dĩn wal Hayăt, bahwa ulama berbeda pendapatnya mengenai hukum mengisap tembakau. Sebagian Ahli Fikih mendasarkan, bahwa mengisap tembakau dibolehkan, karena tidak ada nash yang melarangnya, kecuali bila ada unsur lain yang membahayakan: semisal mendatangkan bahaya kesehatan bagi si perokok itu sendiri. Kemudian bila merokok menyebabkan kesehatan peminumnya terganggu dan membahayakan terhadap pelaksanaan kewajiban, bahaya lebih banyak daripada manfaatnya, maka mengisap tembakau menjadi haram. Sedangkan jika bahaya lebih sedikit, maka hukumnya makruh. Begitu juga jika peminumnya terpaksa mengeluarkan ongkos yang cukup banyak, atau memerlukan biaya yang semestinya untuk keperluan hidup keluarganya, orang ini hendaklah berhenti merokok agar dapat melaksanakan kewajiban menafkahi keluarganya.
Mahmoud Syaltut, dalam bukunya Al-Fatawa menerangkan hukum mengisap tembakau, bahwa mengisap rokok adalah sesuatu yang dibenci Syari’at. Dalam mengharamkan atau memakruhkan sesuatu, syari’at Islam tidak tergantung dengan adanya nash khusus mengenainya. Tetapi alasan-alasan hukum serta dasar-dasar tasyri’ (pembentukan hukum Islam) yang bersifat umum, dapat menentukan hukum sesuatu. Para ulama dapat menentukan hukum yang timbul oleh budaya manusia dengan mengenal sifat-sifat dan pengaruhnya. Jika terdapat penyakit dan madorot, perlu adanya larangan; bila manfaat lebih kuat harus diperbolehkan dan bila bahaya dan manfaat sama besar, maka menghindari bahaya lebih diutamakan daripada pengobatan. Tapi, pendapat yang terkuat, kata Syaltut, adalah yang mengharamkan dan memakruhkan karena dampak negatifnya.
Dalam bukunya: Soal Jawab, A. Hasan, pemimpin Persatuan Islam (PERSIS) menjelaskan hukum merokok atau menyusur dengan tembakau, terbagi atas tiga pendapat:
1. Harus (boleh) kalau tidak membahayakan.
2. Makruh, kalau belum diketahui.
3. Haram, kalau sudah tentu bahayanya.
-------
Ust. Nuruddin al-Banjari anti terhadap rokok namun Ust. Nuruddin al-Banjari pernah berguru pada beberapa Syekh yang terkenal perokok diantaranya Syekh Yasin Al Fadani al-Hasani, Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani adalah seorang sufi yang ahli dalam ilmu hadits bahkan dijuluki sebagai "Musnid Addunia" oleh murid-murid beliau, seperti DR Ali Jum'ah yang menjabat sebagai mufti Mesir. DR. Ali Jum'ah pernah ditanya apakah ada Wali yang merokok? beliau mengatakan "Iya" karena ada ulama yang menghalalkan rokok, beda halnya dengan hukum zina, semua ulama sepakat akan keharamannya. DR. Ali Jum'ah memberi contoh wali yang merokok, yaitu Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani. "Ketika beliau sedang mengajar, beliau menghisap Syisyah (Rokok Arab) sambil meriwayatkan hadits" ujarnya.
Dari Maulana syekh Mukhtar Ali M. Addusuqi ra. tidak semua yang memudharatkan itu haram, tidak semua yang diharamkan itu haram karena ada mudharatnya, dan tidak semua yang dihalalkan itu halal karena ada manfaatnya. Buktinya pada siang hari di bulan puasa, kita diharamkan untuk makan dan minum, padahal makanan dan minuman itu tidak ada mudharatnya. Syekh Mukhtar juga mengingatkan bahwa tidak semua yang menjijikkan itu haram, buktinya Rasulullah enggan memakan "Daging Dhob", ketika para sahabat bertanya, "apakah daging Dhob itu haram?" beliau menjawab, "tidak haram, tapi saya tidak selera (merasa jijik).
Nuruddin al-Banjari juga mengharamkan rokok dengan alasan banyaknya korban yang mati karena rokok. Menurut saya alasan beliau tidak diterima karena lebih banyak jumlah orang yang tidak mati karena rokok daripada jumlah orang yang mati karena rokok. Telah dibuktikan bahwa asap knalpot mobil itu lebih berbahaya daripada asap rokok. Dan telah dibuktikan juga betapa banyak orang yang mati karena tabrakan, apakah dengan demikian mobil itu haram?!
Hukum merokok....
1. Allah swt. dan Rasul-Nya saw. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram.
2. Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.
3. Sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudlaratkan.
4. Tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudlaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudlaratkan?
5. Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi "Yang suci airnya dan yang halal bangkainya".
6. Kita boleh saja melarang atau meninggalkan tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman : "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah". Kita boleh mengatakan: Jangan merokok karena ia memudlaratkan, tapi tidak boleh kita mengatakan : Merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita : Jangan makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan : Makan coklat itu haram. Kita mungkin mengatakan : Memakan permen yang diberi sambel dapat menyebabkan penyakit influenza, namun tidak boleh kita mengatakan : Makan permen yang dicampur sambel itu haram.
7. Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba'its maka bawang juga termasuk khaba'its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?
8. Rokok adalah termasuk Mimma ammat bihil-balwa pada zaman ini.
9. Hadits "La dlarara wala dlirara" masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing- masing.
10. Boros adalah: menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.
11. Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman : "Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan" dan Allah telah menyebutkan makanan-makanan dan minuman-minuman yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok di antaranya.
12. Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup. Allah berfirman: "Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah? "
13. Terdapat banyak cara untuk mengurangi dan mencegah bahaya-bahaya rokok.
14. Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.
15. Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan" karena ayat tersebut membicarakan hal lain.
16. Adapun ayat "Dan janganlah kamu membunuh dirimu" maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.
17. Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta : Ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidakah beruntung".
18. Banyak ulama' dan auliya' yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para bajingan yang minum arak di pinggir jalan? Allah berfirman: "Apakah patut Kami jadikan orang-orang islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?", Allah juga berfirman: "Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama", Allah juga berfirman: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? ".
19. Banyak ulama' yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma'il, Syekh al-Ziadi, Syekh Mur'i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al-Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al- Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll.
20. Dalam kitab Muntakhabat al-Tawarikh Lidimasyq, Syekh Muhammad Adib al- Hishni mengutip ungkapan seorang wali besar dan ulama ternama serta tokoh sufi terkemuka asal Syiria, yaitu Sidi Abdul-Ghani al- Nabulsi ra. (wafat tahun 1143 H.) yang berbunyi sebagai berikut (artinya):
Asap rokok menggoda selera;
Pun semerbak kasturi tertandingi.
Pahitnya, manis terasa,
Aneh, pahit kok manis rasanya.
21. Dalam buku yang sama menceritakan: Syekh Sunan Efendi yang lebih dikenal dengan sebutan Allati Barmaq, seorang mufti dan pakar fiqh bermazhab hanafi yang sempat meraih julukan Syaikhul-Islam pada zamannya, pernah membaca karya tulis Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. tentang kebolehan merokok, yang berjudul: al-Ishlah bainal- Ikhwan fi Ibahat Syurb al- Dukhan, Syekh Allati Barmaq saat itu mengharamkan rokok, oleh karena itu ia sangat kontra dengan isi buku tersebut yang kemudian terjadilah adu argumen antara Syekh Allati Barmaq dengan Sidi al-Nabulsi yang akhirnya Syekh Allati Barmaq mengakui kebenaran Sidi al-Nabulsi lantas minta maaf, lalu dengan tegas mengatakan bahwa yang mengharamkan rokok adalah jahil, tolol, zindiq dan tak ubahnya dengan binatang hina. Sebab ternyata pada rokok terdapat rahasia Allah yang menyirati banyak khasiat dan manfaat. Aroma dan rasanya pun amat lezat. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut :
Sungguh tolol, yang tak peka asap rokok,
Bak hewan yang tak punya cita rasa.
Tak patut diharamkan,
Hanya kaum zindiq lah yang merekayasa.
Wahai pecandu sufi, Kenapa tak kau rengkuh rokok saja.
Andai tak ada rahasia, Baunya pun takkan lezat terasa.
Padanya; rahasia Sang Kuasa,
Ahli hakekat Allati Barmaq sebagai saksinya.
22. Dalam kitab Jawahirul-Bihar fi Fadla'ilinnabiyyil-Mukhtar oleh Syekh Yusuf al-Nabhani, menyatakan sebagai berikut :
Artinya: Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi Ra. menceritakan sebuah perjalanannya menimba ilmu di tanah Hijaz : "Syekh Abdul-Qadir Efandi seperti biasa, hadir bersama kami untuk membacakan ringkasan Sahih Bukhari. Lantas, ia membaca hadits yang berbunyi; Dari Saidina Abi Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda; "Siapa yang bertemu aku pada saat mimpi; pasti akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga, dan tak mungkin setan menyerupaiku". Kami berdiskusi tentang hadits ini seraya mengutip karya Imam Suyuthi yang berjudul Tanwirul-Halak fi Imkan Ru'yat al-Nabi wal-Malak. Syekh Abdul-Qadir Efandi menyebutkan bahwa ia memiliki karya tersebut sah secara silsilah dan akan disampaikan kepada kita (para santrinya). Selanjutnya kami berdiskusi tentang hukum merokok, lalu ia meriwayatkan: "Ada sebuah kisah dari Syekh Ahmad bin Manshur al-Aqrabi, dari Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, ia menyatakan bahwa ia sering bertemu dengan Nabi saw. (dalam tidur maupun jaga). Suatu ketika ia jatuh sakit dan menemui beliau, kemudian bertanya tentang hukum merokok, Nabi pun diam tak menjawab. Kemudian beliau malah menyuruhnya untuk merokok"!!!
Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi (yang senantiasa menjumpai Rasul dan bertanya tentang rokok dan ternyata mendapat perintah untuk menghisapnya) adalah seorang pemuka kenamaan dan tokoh kepercayaan pada masanya. Seorang Wali besar dimasanya.